ABSTRAK
ANALISIS
KUALITATIF PENGGUNAAN BORAKS PADA TAHU DI PASAR TRADISIONAL SE-KOTA MATARAM
Ni Putu Ayu Dewanthi PW, Arfi Syamsun, Eva Triani
Latar belakang: Salah satu upaya dalam menghasilkan produk makanan agar disukai,
berkualitas baik, bentuk, rasa enak, warna dan� konsistensi yang baik serta tahan lama, maka sering
pada proses pembuatannya produsen menambahkan Bahan Tambahan Pangan berbahaya, salah satunya adalah Boraks.� Boraks dilarang digunakan dalam makanan, karena berbahaya bagi kesehatan
tubuh dan bahkan dapat menyebabkan kematian jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
Tujuan: Untuk mengetahui presentase penggunaan boraks pada
tahu yang dijual di Pasar Tradisional se Kota Mataram.
Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian
dengan menggunakan metode observasional dengan rancangan cross sectional dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan laboratorium. Metode yang digunakan adalah analisis
kualitatif dengan menggunakan Tes Kit (easy test kit). Sampel diambil
dengan cara consecutive sampling pada
tahu yang di curigai mengandung boraks yang di jual di Pasar Tradisional se
Kota Mataram.
Hasil: Pada 72 sampel
tahu yang dilakukan pengujian didapatkan tidak adanya perubahan warna kertas
uji menjadi warna merah bata. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada
satupun tahu yang dijual di Pasar Tradisional di Kota Mataram positif
mengandung boraks.
Kesimpulan: Secara
kulitatif dengan
menggunakan tes Kit (easy test kit) �pada tahu� yang di jual di Pasar Tradisional Kota Mataram menunjukan bahwa
tidak satu pun tahu tersebut mengandung
boraks.
Kata kunci: Tahu, Boraks, Tes Kit Boraks (easy test kit), Pasar Tradisional
PENDAHULUAN
1.1� Latar Belakang
������ Pembangunan kesehatan adalah salah satu upaya
pembangunan nasional yang dilaksanakan untuk menciptakan suatu keadaan sehat. Setiap
orang memiliki hak untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Salah
satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam
mewujudkan pembangunan kesehatan adalah masalah pangan (Depkes RI, 2001).
Pangan sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Makanan diperlukan
tubuh sebagai sumber tenaga, pertumbuhan serta menunjang kehidupan yang sehat. Untuk meningkatkan derajat kehidupan manusia maka diperlukan� ketersediaan� makanan
yang� memadai baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Selain�
mengandung� berbagai� zat�
yang� sangat diperlukan� oleh�
tubuh� makanan� juga�
harus memenuhi syarat keamanan
( Sugiyatmi, 2006)
������ Keselamatan dan kesehatan masyarakat
harus dilindungi terhadap pangan yang tidak
memenuhi syarat. Produksi serta peredaran pangan
yang tidak benar dapat merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat. (Cahyadi, 2008).
������ Berdasarkan Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan,
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya �mencegah� pangan
dari� pencemaran biologis, kimia,
benda-benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Saparinto, 2006).
������ Produk makanan yang umumnya disukai masyarakat umumnya memiliki
kualitas yang baik, tersedia dalam bentuk
dan yang menarik, enak, warna yang menarik, konsistensi baik dan tahan lama, maka sering dalam proses pembuatannya
produsen menambahkan Bahan Tambahan Pangan (Widyaningsih,
2006).
������ Bahan Tambahan Pangan
yang ditambahkan dapat memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang baik. Bahan Tambahan Pangan umumnya
merupakan bahan kimia yang telah diujikan sesuai dengan kaidah ilmiah
yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai peraturan guna
mengatur pemakaian Bahan Tambahan Pangan yang diperbolehkan serta yang
dilarang untuk digunakan �(Widayat,
2013).
������ Banyak dijumpai para produsen makanan
menambahkan bahan kimia berbahaya yang bukan dipergunakan pada makanan justru �ditambahkan �kedalam makanan. Kasus-kasus
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya pada makanan ini masih tinggi di Indonesia. Salah satu jenis bahan kimia berbahaya
yang paling sering dipergunakan secara
bebas di masyarakat adalah boraks. Penambahan boraks kedalam makanan ini
bertujuan untuk menghasilkan produk yang berkualitas, tekstur kenyal dan padat,
awet/tahan lama serta menarik pembeli (Widayat, 2013).
������ Boraks adalah senyawa kimia turunan logam berat boron yang memiliki fungsi anti septik
dan pembunuh kuman. Bahan ini umumnya digunakan sebagai bahan anti jamur, pengawet kayu, dan antiseptik pada kosmetik. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No.�
722/ MenKes/Per/IX/1988, boraks dinyatakan sebagai suatu bahan berbahaya� dan� dilarang�
untuk� dipergunakan� dalam proses�
pembuatan� makanan.� Boraks di dalam tubuh akan diserap melalui
sistem pencernaan, kemudian mengalir di darah dan disimpan dan terakumulasi
dalam organ. Efek samping boraks dapat menyebabkan gangguan pada janin, gangguan pada sistem �reproduksi,
menimbulkan iritasi pada lambung, dan menyebabkan �gangguan �pada ginjal, hati, dan testis (Widayat, 2013).
����������� Boraks
banyak ditambahkan ke dalam makanan dalam proses produksi dan salah satunya dapat
dijumpai pada tahu. Tahu
merupakan makanan yang sudah�
sangat akrab di kalangan masyarakat dan merupakan salah satu makanan
utama yang sering dikonsumsi masyarakat. Pada tahu terkandung berbagai nilai
gizi yang sangat penting bagi tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral
dan vitamin.� Manfaat yang dapat
diperoleh dari mengkonsumsi tahu akan berbahaya apabila dalam proses
pembuatannya digunakan�
bahan - bahan berbahaya seperti boraks (Murniati,
2006).
����������� Berdasarkan
hasil survey yang dilakukan oleh BPOM DKI Jakarta tahun 2012 di tiga tempat yakni di Paseban, Rawamangun, dan Kramat. berdasarkan
hasil survey tersebut dari 69 sampel yang diuji didapatkan 15% sampel positif �mengandung
boraks dan makanan yang paling banyak ditemukan salah satunya adalah tahu. Pada
tahun 2014 BPOM DKI Jakarta melakukan pemeriksaan terhadap 759 makanan yang dijual di
31 pasar berbeda dan didapatkan� 21% persen makanan tidak layak
dikonsumsi dan salah satunya adalah tahu.�
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Suhariyadi pada
tahun 2014 mengenai survey makanan yang dijual di sekolah dasar di kota
Surabaya dan didapatkan�
27 sampel tahu positif boraks (Suhariyadi, dkk, 2015)
������ Berdasarkan
survey yang telah dilakukan menunjukan masih banyak ditemukannya makanan
khususnya tahu yang positif mengandung boraks yang dijual dipasaran. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui presentase penggunaan
boraks pada tahu khususnya pada tahu yang diproduksi dan dijual di Pasar
Tradisional se Kota Mataram. Hal ini didasari bahwa boraks merupakan bahan
tambahan yang sering digunakan dalam proses pembuatan
makanan serta untuk menjamin agar masyarakat dapat mengkonsumsi makanan dengan
aman.�
Penelitian ini akan dilaksanankan di Pasar
Tradisional se Kota Mataram. Penulis memilih pasar dikarenakan pasar merupakan tempat bagi masyarakat untuk membeli kebutuhan
sehari-hari sehingga akan memudahkan penulis dalam
mencari sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
1.2�
Perumusan Masalah
������ Berdasarkan uraian dalam latar belakang
diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah �Berapa presentase
penggunaan boraks pada tahu yang dijual di
Pasar se Kota Mataram?�.
1.3� Tujuan
Penelitian
1.3.1Tujuan Umum
������ Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui presentase penggunaan� boraks pada tahu yang dijual di pasar Tradisional se Kota
Mataram.
1.3.2��� Tujuan
Khusus
1. Mendapatkan
informasi mengenai ada atau tidaknya penyalahgunaan boraks
�pada tahu di pasar Kota Mataram.
2. Memberikan informasi serta pemahaman akan
bahaya Boraks bagi kesehatan pada Masyarakat
1.4� Manfaat
Penelitian
Penelitian yang
dilaksanakan ini diharapakan memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1��� Bagi Peneliti
Penelitian
ini dapat menambah wawasan mengenai penyalahgunaan bahan tambahan berbahaya
pada makanan.
1.4.2��� Bagi Pemerintah
1.
Sebagai
salah satu upaya pemantauan serta dapat memberikan informasi mengenai
penggunaan bahan tambahan makanan berbahaya pada makanan terutama penggunaan boraks.
2.
Sebagai pertimbangan bagi Pemerintah untuk
menentukan kebijakan-kebijakan terkait dengan keamanan pangan di Kota Mataram
1.4.3��� Bagi Masyarakat
1.
Memberikan informasi bagi
masyarakat mengenai ada atau tidaknya penggunaan boraks pada tahu yang dijual di pasar
tradisional se-Kota Mataram
2.
Memberikan informasi agar masyarakat lebih
waspada dalam memilih�� makanan, terutama
tahu yang beredar di masyarakat.
3.
Memberikan informasi agar masyarakat
mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung boraks
4.
�Guna mengetahui bahaya dari boraks bagi
kesehatan.
1.4.4
Bagi
lnstitusi�
Sebagai masukan khususnya bagi Badan Pengawasan Obat dan Makanan
serta Dinas Kesehatan agar dapat melakukan
pengawasan yang lebih ketat terkait penyalahgunaan boraks pada makanan.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1� Pangan
������ Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk kehidupan
manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber alam baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang di
jadikan sebagai makanan dan minuman untuk dikonsumsi manusia (Saparinto dan Hidayati, 2006).
2.2� Keamanan
Pangan
������ Keamanan pangan muncul
sebagai suatu permasalahan yang berkembang
seiring dengan perkembangannya ilmu dan teknologi, maka diperlukan suatu sistem yang mengawasi pangan baik dalam proses
produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi dan dihidangkan agar terhindar
dari toksisitas mikroorganisme dan dari bahan kimiawi (Widayat, 2011).
������ Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan yang menyebutkan Keamanan pangan adalah kondisi serta upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari pencemaran
biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan serta membahayakan
kesehatan manusia. Makanan yang aman dan bergizi berperan penting dalam
pertumbuhan, serta menjamin kesehatan masyarakat
(Cahyadi, 2008).
������ Sistem pangan ini meliputi segala peraturan, pembinaan dan
pengawasan terhadap kegiatan produksi makanan sampai siap untuk dikonsumsi. Setiap
orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan produksi pangan wajib
memenuhi aturan yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan yang telah ditetapkan (Widayat, 2011).
2.3� Bahan
Tambahan Pangan
2.3.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan
������ Bahan Tambahan Pangan merupakan suatu
bahan yang ditambahkan ke dalam makanan yang bertujuan untuk memperbaiki
penampakan, cita rasa, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Menurut� Peraturan� Menteri�
Kesehatan� RI No.722/Menkes/Per/IX/1988,
Bahan Tambahan Pangan merupakan suatu bahan yang biasanya bukan merupakan
ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi dan dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk�
tujuan� teknologi pada proses
pembuatan,� pengolahan,� penyiapan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan dan pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu yang dapat� mempengaruhi�
sifat� khas� makanan�
tersebut (Sugiyatmi, 2006 ).
������ Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan yang tertuang pada Bab 1 Pasal 1 menyebutkan,
bahan tambahan pangan merupakan suatu bahan yang ditambahkan ke dalam makanan yang
dapat mempengaruhi sifat atau bentuk makanan (Peraturan Menteri Kesehatan RI,
2012).
������ Pada zaman dahulu bahan tambahan makanan
masih terbatas pada bahan yang berasal dari alam seperti kunyit sebagai
pewarna, pati sebagai pengental, garam untuk memberi rasa asin dan
rempah-rempah untuk memberikan aroma dan rasa yang khas. Namun, seiring dengan kemajuan
dan berkembangnya teknologi dalam pengolahan pangan, mendorong orang untuk
memperoleh segala sesuatu secara praktis dan cepat, sehingga muncul bermacam-macam
bahan tambahan makanan hasil ekstrak bahan alami maupun sintesis dari bahan
kimia (Cahyadi, 2008).
2.3.2 Fungsi Bahan
Tambahan Pangan
������ Fungsi bahan tambahan pangan yaitu untuk mengawetkan
makanan dengan mencegah terjadinya pertumbuhan mikrorganisme yang dapat merusak
makanan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu serta �kualitas makanan. Fungsi lainnya adalah dapat menolong produksi, dimana fungsi ini penting untuk menjamin bahwa
makanan dapat di proses dengan sebaik mungkin dan dapat menjaga keadaan makanan selama penyimpanan. Selain itu
dapat memodifikasi makanan
menjadi lebih tahan lama, renyah, enak, memberikan warna dan aroma yang menarik,
serta meningkatkan kualitas pangan serta dapat menghemat biaya produksi
(Cahyadi, 2008).
������ Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988 bahan tambahan makanan yang dapat memiliki fungsi di
bawah ini :
1.
Antioksidan (Antioxidant)
2.
Antikempal (Anticaking Agent)
3.
Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
4.
Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)
5.
Pemutih dan Pematang Telur (Flour
Treatment Agent)
6.
Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier,
Stabilizer, Thickener)
7.
Pengawet (Preservative)
8.
Pengeras (Firming Agent)
9.
Pewarna (Colour)
10.
Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour,
Flavour Enhancer)
11.
Sekuestran (Sequestrant)
2.3.3
Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan
������ Bahan
tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan pada makanan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
722/Menkes/Per/IX/1988 adalah (Fardiaz, 2007):
1.
Anti oksidan dan oksidan sinergisi, dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya proses oksidasi. Contoh : asam askorbat dan
asam eritrobat untuk produk daging, ikan dan buah-buahan kaleng. Butilhidroksi
anisol (BHA) atau butilhidroksi toluen (BHT) untuk pembuatan
minyak dan margarin.
2.
Anti�
kempal,� dapat� mencegah�
mengempalnya makanan� yang� biasanya dipergunakan pada serbuk,� tepung�
atau bahan bubuk.� Contoh:� Ca silikat, Mg karbonat, dan SI dioksida untuk merica atau �rempah lainnya. Garam stearat dan tri Ca fosfat digunakan pada gula, kaldu dan susu
bubuk.
3.
Pengatur keasaman berfungsi dalam mengasamkan, menetralkan, serta mempertahankan
derajat keasaman makanan. Contoh: Asam laktat, sitrat, dan malat digunakan pada
produk jeli. Natrium bikarbonat, karbonat, dan hidroksida digunakan sebagai penetral pada mentega.
4.
Pemanis buatan, dapat menimbulkan rasa manis pada� makanan.� Contoh: sakarin
dan siklamat.
5.
Pengemulsi dan pengental, dapat membantu proses pengentalan pada makanan.
Contoh: polisorbat untuk pengemulsi es krim dan kue, gelatin pemantap dan
pengental pada produk keju, karagenen dan agar-agar untuk pengental produk susu dan keju.
6.
Pengawet, digunakan untuk mencegah proses fermentasi
dan penguraian yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Biasa ditambahkan pada makanan yang mudah rusak
dan menjadi media pertumbuhan bakteri dan jamur. Contoh: asam benzoat dan
garamnya dan ester para hidroksi benzoat digunakan pada produk buah-buahan,
kecap, keju dan margarin, asam propionat
untuk keju dan roti.
7.
Pengeras, dapat mencegah lunaknya makanan. Contoh: Al sulfat, Al
Na sulfat sebagai pengeras pada acar ketimun dalam botol, Ca glukonat dan Ca
sulfat untuk buah kaleng.
8.
Pewarna, dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Contoh: karmin, eritrosin warna merah, green FCF, green S warna hijau,
kurkumin, karoten, yellow kuinolin, tartazin warna kuning dan karamel warna coklat.
9.
Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa, Contoh: monosodium glutamat digunakan pada produk daging.
10. Sekuestran, digunakan
untuk mengikat ion logam pada makanan sehingga mencegah terjadinya oksidasi
yang dapat menimbulkan perubahan pada warna dan aroma. Biasa ditambahkan pada
produk lemak dan minyak seperti daging dan ikan.� Contoh:
asam folat dan garamnya.
2.3.4� Bahan
Tambahan Pangan �yang Tidak Diizinkan
������ Bahan Tambahan Pangan yang tidak diizinkan atau dilarang
digunakan dalam makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.1168/Menkes/Per/X/1999:
1.
Natrium tetraborat (boraks)
2.
Formalin (formaldehyd)
3.
Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
4.
Kloramfenikol (chloramphenicol)
5.
Kalium klorat (potassium chlorate)
6.
Dietilpirokarbonat (diethylepirokarbonate DEPC)
7.
Nitrofurazon (nitrofurazone)
8.
P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, 4-ethoxyphenyl urea)
9.
Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid andm its salt)
10. Rhodamin
B (pewarna merah)
11. Methanil
yellow (pewarna kuning)
12. Dulsin
(pemanis sintesis)
13. Potasium
bromat (pengeras).
2.4� Boraks
2.4.1
Sifat dan Karakteristik
������ Boraks merupakan zat kimia berbahaya yang tidak diizinkan
digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks merupakan senyawa kimia yang
mengandung unsur boron. Nama kimia dari boraks
adalah natrium tetraborat dengan
rumus Na2B4O7 10H2O dan asam borat (H3BO3) berbentuk kristal
putih, tidak berbau, kelarutannya dapat meningkat didalam air,
tidak larut dalam alcohol, memiliki Ph 9.5, stabil pada suhu serta pada tekanan yang normal.
Dalam air, boraks dapat berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat� (Greenberg, 2004).
������ Senyawa
asam borat mempunyai beberapa sifat-sifat kimia yaitu jarak lebur sekitar 171�C, dan tidak larut dalam eter.� Kelarutan dalam air dapat bertambah dengan penambahan
asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Boraks dapat mudah menguap dengan dilakukannya
pemanasan dan dapat kehilangan satu molekul air
pada suhu 100�C .
Asam borat merupakan suatu asam yang lemah
dan garam alkalinya bersifat basa (Cahyadi,
2008).
������������������������������� �
Gambar 2.1����� :
Struktur Kimia Boraks
������ Boraks dikenal dengan borofax� three� elephant, hydrogen orthoborate,
NCL-C56417, calcium borate, atau sassolite di �Jawa Barat boraks dikenal dengan nama bleng, sementara di Jawa Tengah dan �di Jawa Timur
boraks dikenal dengan nama pijer (Widayat, 2011).
2.4.2
Kegunaan Boraks
������ Boraks
memiliki sifat antiseptik dan sebagai bahan
solder, pembuatan gelas, bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet pada kayu dan antiseptik. Boraks� digunakan� orang� sudah�
sejak� lama,� yaitu�
sebagai� zat� pembersih,� zat�
pengawet,� dan� digunakan untuk� penyamak�
kulit. Dalam bidang industri tekstil, boraks dipergunakan untuk
mencegah kutu, lumut, serta jamur (Swi See,
2010).
������ Boraks
dilaporkan telah lama digunakan dalam makanan. Boraks mampu menghambat
pertumbuhan mikroorganisme oleh karena itu makanan dapat lebih tahan lama dan
segar. Selain itu, zat ini dapat digunakan untuk meningkatkan elastisitas
tekstur, memperbaiki bentuk dan penampakan
agar terlihat lebih menarik, kerenyahan dan tahan lama �(Yiu et al, 2008).
������ Menurut Peraturan� Menteri �Kesehatan�
Republik� Indonesia dijelaskan
bahwa boraks �tergolong sebagai bahan� berbahaya�
dan� dilarang� untuk�
digunakan� dalam� pembuatan makanan karena
bersifat toksik, untuk itu boraks dimasukkan sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3) (Peraturan Menteri
Kesehatan RI, 2012).
2.4.3��� Karakteristik
makanan yang mengandung Boraks
������ Makanan yang mengandung boraks didalamnya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Yiu et al, 2008):
1.
Makanan
tidak mudah rapuh/tidak mudah terputus
2.
Makanan
tampak lebih kenyal dan padat
3.
Tidak
lengket
4.
Rasanya yang
tajam
5.
Makanan
akan lebih tahan lama
2.4.4 Toksikokinetik Boraks
������ Boraks dapat diabsorpsi secara cepat baik
secara oral, inhalan maupun melalui kulit.�
Penyerapan boraks secara oral melalui sistem pencernaan dapat mencapai lebih
dari 90% dari dosis yang telah diberikan. Boraks merupakan senyawa kimia yang mudah
larut dengan air, oleh karena itu secara luas boraks dapat didistribusikan dalam
tubuh jaringan. Boraks memiliki afinitas yang tinggi pada otak, hati dan ginjal
sehingga boraks banyak terakumulasi pada organ tersebut. Penelitian juga
menunjukkan bahwa absorpsi boraks dapat dengan cepat tersebar di seluruh cairan
tubuh melalui difusi pasif baik pada hewan dan �manusia. Boraks yang masuk secara oral
akan diabsorpsi dalam waktu 3 jam dan teransorpsi lengkap dalam waktu 24 jam (Smallwood, et al, 2004).
������ Boraks tidak mudah diabsorpsi melalui
kulit yang intak tetapi akan lebih cepat diabsorpsi pada kulit yang terluka
atau mengalami kerusakan. Penyerapan perkutan boraks dari kulit manusia yang
intak relatif sangat rendah, yaitu sekitar 0,2% dari dosis yang diberikan dalam
24 jam ( USDA, 2006; Hamilton, Wolf, 2007).
������ Boraks juga dapat diserap melalui paparan
inhalasi, tetapi penyerapan ini lebih sulit dibandingkan secara oral maupun
perkutan. Para peneliti berspekulasi bahwa sebagian besar borat terhirup akan menuju
saluran pernapasan bagian atas, di mana boraks dapat diserap langsung melalui
selaput lendir atau dapat dibersihkan oleh aktivitas mukosiliar (Smallwood, et al, 2004).
������ Boraks diekskresikan
sebagian besar melalui ginjal. �Lebih dari 50% dari jumlah boraks yang tertelan� dapat
ditemukan dalam urin dalam waktu 24 jam, dan dapat mencapai 90% dalam waktu 95
jam. Sebagian kecil dapat diekskreesikan melalui kelenjar keringat
�(Smallwood,
et al, 2004).
������ Studi menunjukkan bahwa asam borat dan
senyawa borat dalam tubuh dapat terdistribusikan secara merata di seluruh
jaringan lunak tubuh.� Penelitian pernah
dilakukan pada� tikus
jantan yang diberi 9000 ppm asam borat (1575 ppm �boron) selama 7 hari menunjukan terjadi
peningkatan hingga 2-3 kali lipat kadar boraks setelah tujuh hari pemberian (Smallwood, et al, 2004).
�2.4.5�� Dampak
Boraks terhadap Kesehatan
������ Boraks di dalam tubuh dapat menimbulkan bermacam
gangguan. Gejala-gejala gangguan kesehatan yang dapat terjadi dalam jangka
pendek baik dengan menghisap atau kontak secara langsung dengan boraks.
Dampak boraks yang dapat terjadi antara lain dapat terjadinya iritasi pada
hidung, iritasi saluran pernapasan, konjungtivitis, eritema dan macular rash.
Terjadinya kontak langsung pada kulit dapat menyebabkan terjadinya iritasi
kulit. Pada saluran cerna dapat menyebabkan terjadinya mual, muntah, diare serta
kram perut (Swi See, 2010).
����������� Pencemaran boraks
dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa asam borat akan menurunkan produksi ATP. Pada
penelitian tersebut, asam borat menyebabkan penurunan konsentrasi metabolit
seperti glukosa, glikogen dan laktat karena terbentuknya suatu� kompleks� boron dan hidroksil. Hal ini disebabkan
karena kompleks asam borat tersebut menyebabkan kerusakan pada mitokondria sehingga
kurangnya metabolit ATP yang dapat membahayakan kelangsungan hidup sel (Swi See,
2010).
������ Pada sistem reproduksi, boraks dapat menurunnya
tingkat kesuburan serta berkurangnya jumlah sperma pada laki-laki serta
gangguan pada sistem reproduksi yang �ditandai dengan atrofi testis. Hal ini
dihubungkan bahwa senyawa toksik pada boraks menyebabkan degenerasi epitel serta
menghambat DNA pembentukan sel sperma sehingga terganggunya proses
spermatogenesis dan apabila proses ini berlanjut maka akan menyebabkan
infertilitas (USDA, 2006
; EFSA, 2013).
������ Selain itu boraks dapat menyebabkan gangguan
perkembangan janin dan meningkatkan resiko malformasi janin serta kematian pada
janin. Hal ini dapat dihubungkan dengan sifat asam borat yang mampu melewati
plasenta manusia (EFSA, 2013).
������ Hasil penelitian pada hewan menunjukkan bahwa
dengan adanya pencemaran boraks dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pada jaringan paru-paru dan inhalasi
yang lama. Selain itu jika dikonsumsi jangka panjang dapat menimbulkan
akumulasi boraks pada jaringan sehingga mengakibatkan gangguan pada otak,
ginjal dan hati serta bersifat karsinogenik (USDA, 2006 ).
������ Pada dosis 3-6 gram
atau lebih dalam tubuh bayi dan anak kecil dapat menyebabkan kematian sedangkan
pada orang dewasa kematian terjadi pada dosis 15 - 20 gram atau lebih (Swi See,
2010).
�
������ Laporan lain menyebutkan bahwa dosis mematikan terendah pada
konsumsi oral asam boron pada dosis 98-650 mg boron / kg bb. Kematian juga
telah dilaporkan �pada
pemberian boraks �secara intravena pada dosis
0,5 mgboron / kgbb (EFSA, 2013).
2.5� Identifikasi� Kandungan Boraks� pada�
Makanan
������ Metode yang dapat digunakan dalam menguji kandungan boraks pada makanan dapat dikelompokkan
menjadi 2 macam yaitu uji secara kualitatif
dan uji secara kuantitatif. Uji kandungan boraks secara kualitatif ini hanya
mampu menunjukkan apakah pada suatu bahan makanan tersebut mengandung� boraks�
tanpa menunjukkan� seberapa� banyak kandungan
boraks di dalamnya sedangkan uji kuantitatif �dapat �menujukkan �suatu�
makanan� tersebut �mengandung�
boraks� juga dapat
menunjukkan� berapa� besar kandungan
boraks yang digunakan (Rohman dan Sumantri, 2007).
2.5.1
Uji Kandungan Boraks Secara Kualitatif
a. �� Metode Sentrifugasi
������ Metode
uji kandungan boraks ini dilakukan secara sentrifugasi pada bahan makanan yang� di� uji� dan
dicampurkan� dengan� air�
panas� kemudian� dihaluskan�
dan dimasukkan dalam sentrifugasi
(diputar selama 2 menit dengan kecepatan 3000 rpm) sehingga didapatkan
supernatan. Supernatan yang telah terbentuk dapat
diuji dengan 2 cara yaitu:
1.
Supernatan�
dipanaskan� di� atas�
penangas� air,� kemudian ditambahkan� H2SO4� pekat�
dan etanol, apabila dibakar nyala api yang terbentuk berwarna hijau yang
menunjukan �makanan tersebut� mangandung
boraks.
2.
Supernatan dapat ditambahkan beberapa� tetes�
HCl 5� N� kemudian disaring.� Hasil penyaringan ditambahkan 4 tetes Asam
Oksalat jenuh dan 1 ml kurkumin 1% yang terlarut� dalam�
metanol.� Setelah itu, diuapkan
diatas penangas air dan residu yang terbentuk ditambahkan amonia. Apabila uap yang
terbentuk berwarna hijau kehitaman maka
makanan yang diuji tersebut mengandung boraks. (Rohman dan Sumantri, 2007).
������ Metode
pengujian� tersebut� mempunyai�
sifat� yang� sama�
yaitu� membuktikan apakah dalam bahan
makanan yang tersebut mengandung boraks dan pada metode tersebut tidak bisa� digunakan untuk menentukan� seberapa�
banyak� kandungan� boraks�
yang� terkandung pada makanan
tersebut (Rohman dan Sumantri, 2007).
b.� � Metode
Pengabuan
������ Metode
uji boraks dengan pengabuan ini mempunyai langkah kerja yang hampir mirip
dengan metode sentrifugasi.� Pada metode
pengabuan ini bahan makanan yang akan diuji ditambahkan garam dapur kemudian
dikeringkan di dalam oven hingga menbentuk abu. Abu inilah yang akan berlanjut pada proses selanjutnya.
1.
Supernatan�
dipanaskan� di� atas�
penangas� air,� kemudian ditambahkan� H2SO4� pekat�
dan� etanol, apabila dibakar terbentuk
nyala api berwarna hijau maka hal ini mrnunjukan makanan tersebut positif mangandung boraks.
2.
Supernatan ditambahkan beberapa tetes HCl 5 N kemudian disaring.
Hasil penyaringan tersebut ditambahkan 4 tetes larutan Asam Oksalat jenuh dan 1
ml kurkumin 1% yang� terlarut� dalam�
metanol.� Setelah� itu,�
diuapkan� diatas� pemanas�
air� kemudian� residunya ditambahkan amonia. Apabila uap
berwarna hijau tua kehitaman maka makanan
yang diuji mengandung boraks.
������ Metode
pengabuan ini juga hanya sekedar menunjukkan bahwa makanan yang diuji positif mengandung boraks atau tidak (Rohman dan Sumantri, 2007).
c.
�� Metode Kit Test Boraks
������ Metode� Kit test� boraks�
merupakan� cara� uji�
kandungan� boraks� secara kualitatif pada makanan yang mempunyai
prosedur paling sederhana. Alat uji yang digunakan
adalah Tes Kit Borax. Test Kit Borax (easy
tes kit) �adalah alat uji cepat
kualitatif dalam� mendeteksi kandungan
boraks dalam makanan dengan waktu 10
menit dengan batas sensitivitas deteksi 100 mg/Kg (100 ppm). Metode Kit Test
ini lebih mudah dan sederhana untuk dilakukan, pereaksi mudah dan cepat
bereaksi dengan boraks, lebih aman dan stabil, serta tidak memerlukan peralatan
yang rumit. Adapun metode yang dilakukan adalah mencampurkan bahan makanan yang
telah dihaluskan dengan 5 ml HCl dan ditambahkan reagen pereaksi dan dengan
menggunakan kertas uji celupkan kedalam campuran tersebut dan amati perubahan
warna yang terjadi. Apabila didapatkan perubahan warna menjadi merah bata
menunjukan makanan tersebut positif mengandung boraks (Padmaningrum, 2013). �
������ Prinsip analisis boraks ini adalah
terjadi proses pembentukan ikatan �rosasianin yang
berwarna berwarna merah bata dari reaksi boron dengan kertas
uji.�
Berikut ini adalah reaksi natrium tetraborat dengan HCl yaitu :
Na2B4O7 + 10 H2O + 2 HCl � 4 H3BO3 + 2 NaCl + 5H2O
������ HCl
ini berfungi untuk menguraikan boraks dari ikatannya menjadi asam borat,
kemudian dicelupkan dengan kertas uji yang mengandung senyawa kurkumin yang
nantinya akan mengikat boraks sehingga terbentuk kompleks
boron-kurkumin yang akan membentik kompleks resosianin
sehingga menghasilkan warna merah bata (Padmaningrum,
2013).�
Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 , Berat
molekul sekitar 368, titik
lebur kurkumin 183oC. Kurkumin
kurang larut pada air tetapi dapat larut dalam pelarut organik seperti pada etanol dan asam asetat glasial. �Sifat kimia kurkumin adalah dapat berubah warna terhadap perubahan pH lingkungan. Kurkumin berwarna kuning atau
kuning jingga pada suasana asam, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Sifat kurkumin lain yang penting adalah kestabilannya terhadap cahaya ( Dwi,
Hertik, 2010; Indira, Kavirayani, 2014).
2.5.2 �Uji
Kandungan Boraks Secara Kuantitatif
a.� � Metode
Titrimetri
������ Metode titrimetri merupakan metode yang cukup rumit dalam
menguji kandungan boraks dalam makanan. Penetapan kadar asam
borat dalam makanan dengan metode titrimetri, yaitu dengan cara titrasi dengan menggunakan
larutan NaOH dan penambahan gliserol sehingga menghasilkan suatu warna merah
muda pada titik akhir titrasi.� Dengan metode ini tidak
hanya diketahui apakah makanan yang diuji tersebut positif mengandung boraks
atau tidak, tetapi juga dapat mengetahui seberapa banyak boraks yang terkandung
pada bahan yang diuji (Cahyadi, 2008).
2.6� Tahu
������ Tahu
merupakan produk makanan yang berbahan dasar dari kedelai, berbentuk padat dengan
tekstur yang �lunak
yang dibuat melalui proses pengelolahan. Tahu berasal dari bahasa
china yaitu: tao-hu, teu-hu atau tokwa. Kata tao atau teu berarti
kacang. Tahu dibuat dari kacang kedelai kuning (putih) yang disebut dengan wong-teu. Wong artinya kuning, hu atau �kwa artinya rusak,
lumat, hancur menjadi bubur maka memberikan arti kedelai yang dilumatkan atau
dihancurkan menjadi seperti bubur (Tasu�ah, 2007).
������ Tahu memiliki nilai gizi yang tinggi
karena kedelai sebagai bahan dasar utama yang merupakan salah satu sumber protein
yang diperlukan oleh tubuh. Kedelai banyak mengandung asam amino essensial yang
sangat diperlukan oleh tubuh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan sel
seperti arginin, fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, metionin� dan triptofan. Adapun dalam 100 gram kedelai mengandung 40 gram protein, 20 gram lemak,
30 gram karbohidrat, Vit c, b1, b2, b3, b6, b12, a, b9. Selain itu juga
mengandung serat, isoflavones,
phytochemical serta Mineral; Ca, Fe, MG, P, K, Na, ZN, Cu, Mn, Selenium
(Murniati, 2006).
2.6.1� Proses
Pembuatan Tahu
������ Berikut ini adalah proses pembuatan tahu �(Tasu�ah, 2007) :
1. Memilih
kedelai
Agar menghasilkan tahu yang berkualitas,
maka bahan baku atau kedelai yang digunakan juga harus berkualitas. Ciri-ciri
kedelai yang berkualitas adalah berwarna putih atau kuning, bersih, berbiji
besar, kulitnya halus, bebas dari kerikil atau campuran lainnya.
2. Merendam
kedelai
Kedelai yang sudah dipilih kemudian
direndam dalam bak berisi air selama 6-7 jam� agar cukup empuk untuk digiling.
3. Menggiling
kedelai
Kedelai yang sudah cukup empuk tersebut
dipindahkan kedalam wadah/tempat. Kedelai yang sudah direndam tersebut kemudian
dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam alat penggilingan hingga semua kedelai
tergiling halus dan menyerupai bubur.
4. Penggodongan
bubur kedelai
Proses selajutnya adalah penggodongan
bubur kedelai. Untuk penggodongan digunakan wajan dengan ukuran besar. Dalam
proses ini, bubur edelai perlu ditambahkan air agar konsistensinya tidak
terlalu kental. Takaran untuk air adalah 1:1.� Pada saat penggodongan, api tungku
yang diguanakan tidak boleh terlalu kecil, api harus dijaga tetap besar agar
bubur kedelai cepat mendidih. Selama penggodongan, bubur harus terus aduk agar
busa bubur tidak tumpah.
5. Menyaring
bubur
Bubur yang masih mendidih harus segera
diturunkan dan disaring. penyaringan yang digunakan adalah dengan menggunakan kain
belacu atau mori kasar. Hasil penyaringan adalah ampas tahu, bilaperlu ampas
tahu disirami air panas kembali hingga ampas tahu tidak mengandung sari tahu
lagi. Penyaringan ini dilakukan berulang-ulang hingga bubur kedelai tersebut
benar-benar halus.
6. Menimbulkan
tahu
Air saringan yang tertampung dalam wadah
yang nantinya akan menjadi tahu. Untuk membentuk tahu, air saringan ditambahkan
dengan asam cuka. Pencampuran air saringan dengan asam cuka dengan perbandingan
1 botol cuka perbanding dengan 36 liter air saringan.
Setelah mengendap, proses selanjutnya adalah mencetak tahu.
2.6.2 Pengawetan tahu
������ Tahu yang disimpan begitu saja akan mudah
basi dan rasanya menjadi asam. Pedagang biasanya menimpan dagangannya dalam
kaleng atau ember yang diisi air bersih yang merupakan suatu cara tradisional
utuk membuat tahu tahan lama, sekitar 1-2 hari. Cara sederhana lain untuk
mengawetkan tahu adalah (Tasu�ah, 2007) :
1.
Digoreng
Tahu dapat digoreng tanpa bumbu, atau sebelum
digoreng direndam dalam air garam, atau setelah penggorengan direndam dalam
air.
2.
Direbus
Pengawetan dengan cara ini biasanya dengan merebus� atau mengukus
tahu.
������ Beberapa produsen juga
terkadang menambahkan boraks sebagai bahan pengawet dan pengenyal tahu.
Produsen dapat menambahkan boraks dalam proses pembuat adonan tahu, dan di
tahap pasca pembuatan tahu dengan �merendamkan �tahu dalam campuran air dengan boraks (Hasan,
2012).
2.7� Pasar
������ Pasar merupakan suatu tempat
berlangsungnya kegiatan pendistribusian barang dari produsen untuk konsumen.� Pasar dalam pengertian ekonomi adalah situasi
pembeli (konsumen) dan penjual (produsen dan pedagang) melakukan transaksi
setelah kedua pihak sepakat pada harga yang ditetapkan terhadap sejumlah barang
yang menjadi objek transaksi. Pihak pembeli dan penjual akan mendapat keuntungan
dari adanya transaksi tersebut. Pihak pembeli akan mendapatkan barang yang
diinginkan untuk memenuhi kebutuhan sedangkan pada pihak penjual akan mendapatkan
imbalan atau pendapatan (Galuh, 2011).
2.8
Matriks
Orisinalitas Penelitian
Tabel 2.1. Matriks
Orisinalitas Penelitian
No |
Peneliti |
Judul Penelitian |
Metodologi Penelitian |
Hasil Penelitian |
1 |
Pramutia Sultan, et al |
Analisis Kandungan Zat Pengawet Boraks pada� Jajanan Bakso di SDN Kompleks Mangkura Kota Makassar tahun 2013 |
Jenis
penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Laboratorik dengan pemeriksaan
laboratorium secara kualitatif dengan metode nyala api. Sampel diambil secara
purposive sampling Jajanan Bakso yang dijual disekitar SDNKompleks
Mangkura. |
Diketahui
bahwa sampel bakso A, B dan C yang diuji tidak menghasilkan nyala hijau yang
berarti tidak terdeteksi adanya kandungan boraks pada sampel. |
2 |
Nur Rohimah Fuad |
Identifikasi kandungan
boraks pada tahu di Pasar Tradisional di daerah Ciputat 2014 |
Penelitian deskriptif. Metode
pengambilan data dengan tehnik purposive sampling.� Sampel penelitian sebanyak 3 yang mewakili
tiap pasar. Metode pengujian yang dilakukan adalah analisa kualitatif dengan
menggunakan uji warna kertas tumerik dengan air kunyit dan analisa kuantitatif
dengan metode titrimetri |
berdasarkan analisa
kualitatif tidak didapatkan hasil yang positif, sementara dengan analisis
kuantitatif di dapatkan kadar boraks yang relative rendah yaitu sekitar
103,.05�14,44-123,66�10,44ppm |
Lanjutan Tabel 2.1.
Matriks Orisinalitas Penelitian
No |
Peneliti |
Judul Penelitian |
Metodologi Penelitian |
Hasil Penelitian |
3 |
Linthin,
Sandra MP, et al |
Identification and determination of borax as forbidden Substances in
healthy school children snacks by Spectrometry in maluku province in year
2013 |
Merupakan suatu
penelitian deskriptif dengan menggunakan 24 sampel jajanan yaitu bakso, tahu,
dan kerupuk bundar. Metode pengujian yang digunakan adalah dengan menguji
senyawa boron dengan
kurkumin yang diukur
secara spektrofotometri. |
Dari 24 sampel yang
diuji (bakso 10; tahu 5; kerupuk bundar 9) didapatkan 3 sampel positif
mengandung boraks dimana dengan kadar 165.07 mg/kg pada bakso, 221.92 mg/kg pada
kerupuk bundar dan 98.66 mg/kg pada
tahu dengan proporsi 12,50 % |
4 |
Misyka Nadziratul Haq |
Analisis Faktor Resiko
Pencemaran bahan toksik boraks pada bakso di kelurahan Ciputat tahun 2014 |
Merupakan suatu penelitian cross
sectional dengan menggunakan kuesioner serta pemeriksaan laboratorium secara kualitatif.populasisampelyang digunakan adalah semua
pedagang bakso yang menetap dikecamatan Ciputat. Pengujian yang dilakukan
dengan menggunakan tes kit |
Dari 14 responden dengan
tingkat pengetahuan rendah, 7 responden yang memiliki sikap positif terhadap
menggunakan boraks dan 7 responden yang melakukan praktik pembuatan bakso
yang tidak baik. Dari hasil uji laboratorium dengan uji kit didapatkan 10
sampel bakso (20,6%) positif mengandung boraks |
Lanjutan Tabel 2.1.
Matriks Orisinalitas Penelitian
No |
Peneliti |
Judul Penelitian |
Metodologi Penelitian |
Hasil Penelitian |
5 |
Endang Triastuti |
Analisis Boraks Pada Tahu yang diproduksi di Kota Manado |
Merupakan penelitian
deskripsi dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya kandungan boraks dalam tahu diproduksi di
berbagai tempat di Kota Manado. Pengambilan sampel dilakukan dengan
metode purposif. Sampel tahu diambil dari
lima pabrik yang ada di kotaManado,
kemudian kandungan boraks diamati menggunakan metode uji nyala, metode kertas kurkuma, metode
kunyit, dan metode Spektrofotometri
UV-Vis. |
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada kelima sampel tahu tidak teridentifikasi adanya boraks
baik dengan menggunakan secara uji nyala, kertas kurkuma, kunyit dan
Spektrofotometri UV-Vis. |
Berdasarkan tabel
penelitian diatas, belum pernah dilakukan penelitian terhadap penggunaan boraks
pada tahu di Pasar se Kota Mataram dengan menggunakan teknik consecutive sampling.
2.9�
Kerangka
Teori
Gambar
2.2 : Kerangka Teori
2.10
��� Kerangka Konsep
BAHAN TAMBAHAN
MAKANAN
�
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
����������������������������������
TES KIT�
KETERANGAN:
����������������������� :�
diteliti
����������������������� :�
tidak diteliti
Gambar
2.3 : Kerangka Konsep
METODOLOGI� PENELITIAN
3.1�
Rancangan
Penelitian
������ Penelitian ini merupakan penelitian
dengan menggunakan metode observasional dengan rancangan cross sectional, karena penelitian ini semua pengukuran variabel yang diteliti dilakukan
hanya satu kali dan pada waktu yang sama tanpa periode follow up (Dahlan, 2013).
3.2� Tempat dan Waktu Penelitian
������ Penelitian ini akan
dilaksanakan di Pasar Tradisional se Kota Mataram dan uji Laboratorium akan
dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Teknologi Pangan
Universitas Mataram. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus
2015.
3.3� Populasi dan Sampel
Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
������ Populasi merupakan keseluruhan unit atau
individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini
adalah tahu yang dijual di pasar tradisional se Kota Mataram.
3.3.2 Sampel Penelitian
������ Sampel dalam penelitian
ini adalah tahu yang
dijual di Pasar tradisional se-Kota Mataram yang memenuhi kriteria inklusi
penelitian. Sampel
tahu akan diambil sebanyak satu buah dengan cara membeli tahu tersebut dari
masing-masing penjual.
3.3.3 Besar
Sampel Penelitian
������ Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus besar sampel
deskriptif kategorik �(Dahlan, 2010) :
Keterangan :
N : jumlah sampel yang digunakan
Zα
: nilai deviasi baku alfa � 1,96
p :�� Estimasi proporsi kategori variable yang diteliti
q : � 1-p
d : � besarnya presisi yang dapat ditoleransi, di sini ditetapkan sebesar
������ 0,1
������ Berdasarkan penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya
yang oleh Linthin, et al, 2013 didapatkan nilai proporsi makanan yang
menggunakan boraks pada tahu sebesar 12,5%, maka besar sampel yang digunakan
adalah:
Jadi total sampel yang
digunakan adalah 62 sampel.
3.3.4 Cara Pemilihan Sampel
������ Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah tahu yang terdapat di Pasar tradisional� yang
berada di Kota Mataram yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Sampel
penelitian diambil dengan metode non probability karena tidak adanya data yang pasti mengenai
jumlah seluruh pedagang tahu pada suatu pasar yang dijadikan sebagai tempat
pengambilan sampel penelitian. Jenis
metode non probability yang digunakan pada penelitian ini
adalah consecutive sampling yaitu
semua sampel yang ada dan memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi (Dahlan, 2010).
������ �Pengambilan sampel tahu tiap pasar dilakukan
seproposional mungkin sehingga tiap pasar tradisional memiliki perwakilan
sampel yang diteliti. Untuk keterwakilan setiap pasar, maka peneliti mengambil
sampel dengan membagi pasar menjadi 2 kategori, yaitu pasar besar dan pasar
kecil berdasarkan omset pendapatan per bulannya. Pasar besar ditentukan apabila
pasar tersebut memiliki omset pendapatan di atas nilai rata-rata dari
pendapatan perbulannya, sementara pasar kecil yaitu pasar dengan omset
pendapatan dibawah nilai rata-rata dari pendapatan perbulannya. Adapun pasar
dengan omset diatas nilai rata � rata pendapatan antara lain Pasar Mandalika,
Pasar Cakranegara, Pasar Pagesangan, Pasar Dasan Agung dan Pasar Kebon Roek.
Sementara untuk pasar dengan omset dibawah nilai rata � rata antara lain Pasar
Karang Lelede, Pasar Rembiga, Pasar Sindu, Pasar Sayang-sayang, Pasar Abian
Tubuh, Pasar Pagutan, Pasar Cemara, Pasar Karang Sukun, Pasar Karang Medain, Pasar
Ampenan, Pasar Perumnas dan Pasar Karang Seraya. Setiap pasar besar akan
diambil sebanyak 5 sampel dan pasar kecil akan diambil sebanyak 4 sampel.
3.4� Kriteria� Penelitian
3.4.1
Kriteria Inklusi
1.
Tahu�
yang memiliki tekstur kenyal dan padat.
2.
Tahu yang tidak mudah rapuh/tidak mudah terputus.
3.5� Variabel Penelitian
3.5.1� Variabel Bebas
������ Variabel bebas (independent)
adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel independent
dalam penelitian ini adalah Boraks.
3.5.2��� Variable Tergantung
������ Variabel tergantung (dependent)
adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel depandent
dalam penelitian ini adalah
hasil pemeriksaan uji kualitatif.
3.6� Definisi Operasional
Variabel
3.6.1 Boraks
������ Boraks adalah senyawa kimia turunan dari boron. Boraks merupakan
anti septik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak dipergunakan sebagai anti jamur, pengawet kayu, dan antiseptik pada
kosmetik. Boraks memiliki rumus
kimia Na2B4O7 10H2O. Boraks berbentuk
seperti kristal putih, tidak berbau, larut dalam air, tidak
larut dalam alcohol, memiliki Ph 9.5, stabil pada� suhu�
dan� tekanan� normal. Dalam perdagangan boraks dikenal dengan sebutan borofax three elephant, hydrogen orthoborate, NCL-C56417, calcium borate, atau
sassolite. Di� Jawa�
Tengah� boraks� dikenal dengan nama bleng atau garam bleng, di daerah Sunda disebut bubuk gendar;�
sementara di Jakarta disebut pijer
(Widayat, 2011).
3.6.2��� Hasil pemeriksaan
uji kualitatif
������ Uji kandungan boraks secara
kualitatif hanya hasil yang menunjukkan apakah suatu bahan makanan mengandung. Adapun dalam penelitan ini dilakukan uji secara
kualitatif dengan metode Test Kit. Adapun metode yang dilakukan adalah
mencampurkan bahan makanan yang telah dihaluskan dengan 5 ml HCl dan
ditambahkan reagen pereaksi dan
dengan menggunakan kertas uji celupkan kedalam campuran tersebut.� Hasil positif didapatkan apabila terlihat adanya
perubahan warna menjadi merah bata, sementara hasil negatif didapatkan apabila
tidak terlihat adanya perubahan warna saat dilakukan pengujian (Padmaningrum,
2013).
3.7� Alat dan Bahan
Penelitian
3.7.1 Alat �
������ Peralatan yang digunakan adalah :�
1.
Gelas ukur / beaker glass
2.
Tabung Reaksi
3.
Rak Tabung Reaksi
4.
Kertas uji
5.
Mortar dan alu
6.
Batang pengaduk
7.
Pipet tetes
3.7.2 Bahan���
������ Bahan
yang di perlukan adalah :
1.
Tahu��
2.
HCl
3.
Reagen tes kit boraks
4.
Air mendidih
3.8� Tahapan Penelitian
3.8.1
Tahap Pengambilan Sampel
1.
Sampel tahu diambil dari pedagang dan di
pilih berdasarkan kriteria inklusi.�
2.
Dimasukkan dalam kantong plastik
3.
Dibawa ke Laboratorium
4.
Dilakukan prosedur uji boraks
3.8.2
Tahap
Pengujian
1.
Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2.
Cincang atau iris kecil � kecil bahan yang
akan diuji lumatkan dengan digerus, ambil � sendok teh dan masukan ke dalam
gelas kaca. Campurkan dengan 10 ml air mendidih, aduk dengan rata dan biarkan
dingin
3.
Tambahkan 5 ml HCl teknis dan teteskan 4
tetes reagen cair, aduk dengan merata
4.
Ambil kertas uji dan celupkan ke dalam air
campuran sampai terendam sebagian
5.
Keringkan di bawah terik matahari atau
diangin � anginkan
6.
Amati adanya perubahan warna pada kertas
uji. Jika terbentuk warna merah bata menunjukan bahan tersebut positif
mengandung boraks atau asam borat.
3.9� Pengolahan
Data
������ Data yang telah terkumpul melalui hasil
uji laboratorium pemeriksaan boraks dengan metode kualitatif yang telah dilakukan
akan dimasukan ke dalam tabel atau grafik dan didiskripsikan sesuai dengan
tujuan penelitian.�
3.10 Alur Penelitian
Gambar
3.1 : Kerangka Alur Penelitian
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Distribusi Lokasi Penelitian
Mataram merupakan ibu kota provinsi Nusa
Tenggara Barat yang memiliki jumlah penduduk yang cukup padat. Melihat pada
pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin hari akan semakin berkembang pesat
tentunya diperlukan suatu sistem perdagangan yang memadai dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat setiap hari.� Pasar
Tradisional adalah suatu tempat proses terjadinya jual-beli barang berbagai
kebutuhan hidup sehari-hari. Definisi pasar dalam segi ekonomi adalah situasi
seseorang atau lebih pembeli (konsumen) dan penjual (produsen dan pedagang)
melakukan transaksi setelah kedua belah pihak telah sepakat terhadap harga yang
ditawarkan pada sejumlah (kuantitas) barang/benda dengan kualitas tertentu yang
menjadi suatu objek dalam transaksi. Salah satu yang menjadi kebutuhan
masyarakat dan menjadi salah satu panganan pokok yang sering dikonsumsi oleh
seluruh kalangan masyarakat yaitu tahu.
������ Lokasi
penelitian yang dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel adalah Pasar
Tradisional se Kota Mataram. Berdasarkan data dari Dinas Perdagangan kota
Mataram, jumlah pasar tradisional yang beroperasi di kota Mataram adalah
sebanyak 19 pasar, yaitu diantaranya 17 pasar yang menjual kebutuhan
sehari-hari seperti sembako, daging, sayur-sayuran dan buah-buahan dan 2 pasar
yang menjual hewan. Pasar � pasar tradisional tersebut tersebar diberbagai
kecamatan dikota Mataram,�
yaitu di kecamatan Mataram terdapat 4 pasar tradisional, di
kecamatan Cakranegara terdapat 6 pasar tradisional, di kecamatan Sekarbela
terdapat 1 pasar tradisional, di kecamatan Selaparang sebanyak 3 pasar
tradisional, di kecamatan Ampenan sebanyak kecamatan 2 pasar tradisional, dan
di kecamatan Sandubaya terdapat 1 pasar tradisional.
Tabel 4.1
Distribusi Pasar Tradisional se Kota Mataram
No |
Kecamatan |
Pasar
Tradisional |
N |
% |
1 |
Mataram |
1) Pasar Pagesangan 2) Pasar Pagutan 3) Pasar Karang Sukun 4) Pasar Karang Medain |
4 |
23.% |
2 |
Cakranegara |
1) Pasar Cakranegara 2) Pasar Karang Seraya 3) Pasar Sindu 4) Pasar Karang Lelede 5) Pasar Abian Tubuh 6) Pasar Sayang-Sayang |
6 |
35.3% |
3 |
Sekarbela |
1) Pasar Perumnas |
1 |
5.9% |
4 |
Selaparang |
1) Pasar Cemara 2) Pasar Dasan Agung 3) Pasar Rembige |
3 |
17.6% |
5 |
Sandubaya |
1) Pasar Mandalika |
1 |
5.9% |
6 |
Ampenan |
1) Pasar Ampenan 2) Pasar Kebon Roek |
2 |
11.8% |
Total |
17
|
100% |
Berdasarkan
tabel diatas, distribusi jumlah pasar tradisional terbanyak terdapat di
kecamatan Cakranegara yaitu sebesar 35.3% dengan jumlah 6 pasar tradisional
sementara distribusi jumlah pasar tradisional yang terkecil terdapat pada
kecamatan Sekarbela dan Sandubaya yaitu sebesar 5.9% dengan jumlah 1 pasar
tradisional.
Kondisi
tempat dan bangunan dari pasar tradisional se Kota Mataram ini masih cukup
terawat dan masih dalam kondisi baik. Pasar Tradisional ini masih terus
beroperasi setiap harinya hingga saat ini.�
Rata � rata omset
pendapatan per bulan pasar tradisional se Kota Mataram ini adalah sebesar Rp. 16.982.382.350.
Berdasarkan omset tersebut pasar
tradisional dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pasar besar dengan omset
diatas rata-rata dan pasar kecil dibawah nilai rata-rata. Pasar tradisional
yang dikelompokkan dalam pasar besar yaitu Pasar Mandalika, Pasar
Cakranegara, Pasar Pagesangan, Pasar Dasan Agung, dan Pasar Kebon Roek.
Sedangkan pasar tradisional yang dikelompokkan dalam pasar kecil yaitu Pasar
Pagutan, Pasar Karang Sukun, Pasar Karang Medain, Pasar Ampenan, Pasar Karang
Seraya, Pasar Sindu, Pasar Karang Lelede, Pasar Abian Tubuh, Pasar
Sayang-Sayang, Pasar Perumnas, Pasar Cemara, dan Pasar Rembige.
4.1.2
Karakteristik
Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan tahu sebagai
sampel yang di uji kandungan boraks. Sampel diambil di setiap pasar tradisional
yang ada di Kota Mataram. Sampel ini diambil dengan membagi pasar menjadi 2
kategori, yaitu pasar besar dan pasar kecil berdasarkan omset rata-rata per
bulan. Pasar besar ditentukan apabila pasar tersebut memiliki omset pendapatan
di atas nilai rata-rata dari pendapatan perbulannya, sementara pasar kecil
yaitu pasar dengan omset pendapatan dibawah nilai rata-rata dari pendapatan
perbulannya. Adapun pasar besar antara lain Pasar Mandalika, Pasar Cakranegara,
Pasar Pagesangan, Pasar Dasan Agung dan Pasar Kebon Roek. Sementara untuk pasar
kecil antara lain Pasar Karang Lelede, Pasar Rembiga, Pasar Sindu, Pasar
Sayang-sayang, Pasar Abian Tubuh, Pasar Pagutan, Pasar Cemara, Pasar Karang
Sukun, Pasar Karang Medain, Pasar Ampenan, Pasar Perumnas dan Pasar Karang
Seraya. Agar pengambilan sampel dapat seproporsional mungkin pada pasar besar
akan diambil sebanyak 5 sampel dan pasar kecil akan diambil sebanyak 4 sampel.
Secara keseluruhan jumlah sampel yang didpatkan adalah sebanyak 72 sampel tahu.
Jumlah pedagang tahu pada tiap pasar
sangat bervariasi antara pasar yang satu dengan pasar yang lainnya. Pasar
Mandalika merupakan salah satu pasar terbesar di daerah kota Mataram dan
menjadi sebagai salah satu pasar induk di Kota Mataram sehingga pasar ini
terlihat banyak ditemukan adanya pedagang tahu.�
Pada Pasar Abian Tubuh juga didapatkan banyak pedagang tahu dikarenakan� daerah
Abian Tubuh ini merupakan salah satu pusat pengelolaan tahu yang ada di kota
Mataram. Sebagian pedagang dari tiap � tiap pasar ini menjual tahu dengan cara
mengambil tahu di pusat pabrik pembuatan tahu seperti di Abian Tubuh, Kekalik dan
Gerisak, namun ada beberapa pedangan lainnya membuat tahu mereka sendiri.
Sampel penelitian yang diambil adalah tahu
yang di curigai mengandung boraks dimana memiliki ciri-ciri antara lain
bertekstur keras, kenyal dan tidak mudah patah dan rusak.
Gambar 4.1� Tahu
4.1.3�� Uji Kandungan Boraks pada Tahu
Pada
penelitian ini analisis uji kandungan boraks yang dilakukan pada tahu dilakukan
di laboratorium Fakultas Teknologi Pangan menggunakan tes kit. Metode test kit boraks merupakan
cara uji kandungan boraks secara kualitatif pada makanan yang mempunyai
prosedur sederhana. Test Kit Boraks adalah
alat uji cepat kualitatif untuk mendeteksi kandungan boraks dalam makanan dalam
waktu singkat sekitar 10 menit
dengan batas sensitivitas deteksi sebesar 100 mg/Kg (100 ppm). �Adapun metode yang dilakukan adalah melumatkan
bahan yang diujikan�
dan campurkan dengan 10 ml air mendidih,
aduk dengan rata dan biarkan dingin, tambahkan 5 ml HCl teknis dan teteskan 4
tetes reagen cair, aduk dengan merata dan celupkan kertas uji� dalam air campuran sampai terendam sebagian. Apabila
kertas uji berubah warna menjadi merah bata maka tahu yang diuji positif mengandung boraks,
apabila tidak berubah warna maka tahu yang
diuji tidak mengandung boraks. Perubahan warna kertas uji menjadi warna merah
bata ini disebabkan karena sifat HCl ini yang dapat melepaskan boraks dari
ikatannya menjadi asam borat dan membentuk suatu senyawa kompleks kelat rososianin saat di uji dengan
kertas uji yang nantinya akan menghasilkan warna merah bata.
Gambar
4.2 Tes Kit Boraks (easy kit tes)
Gambar
4.3 Hasil Uji Kualitatif Boraks
Berikut ini adalah hasil identifikasi
boraks pada tahu yang di jual di pasar Tradisional di daerah Mataram secara
kualitatif dengan menggunakan tes Kit
Tabel
4.2 Hasil uji Boraks pada tahu secara kualitatif
No |
Pasar |
Jumlah Sampel |
Sampel Positif |
Sampel Negatif |
1 |
Pasar Mandalika |
5 |
0 |
5 |
Lanjutan
Tabel 4.2 Hasil uji Boraks pada tahu secara kualitatif
No |
Pasar |
Jumlah Sampel |
Sampel Positif |
Sampel Negatif |
2 |
Pasar Cakranegara |
5 |
0 |
5 |
3 |
Pasar Pagesangan |
5 |
0 |
5 |
4 |
Pasar Dasan Agung |
5 |
0 |
5 |
5 |
Pasar Kebon Roek |
5 |
0 |
5 |
6 |
Pasar Karang Lelede |
4 |
0 |
4 |
7 |
Pasar Rembiga |
4 |
0 |
4 |
8 |
Pasar Sindu |
4 |
0 |
4 |
9 |
Pasar Sayang-sayang |
4 |
0 |
4 |
10 |
Pasar Abian Tubuh |
4 |
0 |
4 |
11 |
Pasar Pagutan |
4 |
0 |
4 |
12 |
Pasar Cemara |
4 |
0 |
4 |
13 |
Pasar Karang Sukun |
4 |
0 |
4 |
14 |
Pasar KarangMedain |
4 |
0 |
4 |
15 |
Pasar Ampenan |
4 |
0 |
4 |
16 |
Pasar Perumnas |
4 |
0 |
4 |
17 |
Pasar Karang Seraya |
4 |
0 |
4 |
Pada
72 sampel tahu yang dilakukan pengujian didapatkan tidak adanya perubahan warna
kertas uji menjadi warna merah bata. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
tidak ada satupun tahu yang dijual di Pasar Tradisional di Kota Mataram positif
tidak mengandung boraks. Namun hal tersebut tidak dapat membuktikan bahwa tahu
tersebut bebas dari penyalahgunaan bahan tambahan makanan berbahaya.� Pada beberapa sampel yang diambil secara acak
didapatkan 3 tahu positif mengandung formalin dengan menggunakan pengujian
secara kualitatif dengan tes kit formalin. Hal ini menunjukan masih terdapat
bahan tambahan makanan berbahaya pada makanan yang beredar di pasar tradisional
di Kota Mataram.
4.2
Pembahasan
Boraks adalah senyawa
kimia turunan dari boron. Bahan kimia boraks ini umumnya
digunakan untuk keperluan industri dan garamnya memiliki telah digunakan untuk
obat sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri dan jamur (Swi
See, 2010).
Dalam dunia perdagangan boraks dikenal
dengan borofax three elephant, hydrogen orthoborate, NCL-C56417,
calcium borate, atau sassolite sementara di
Jawa Barat boraks dikenal dengan
nama bleng, sementara di Jawa Tengah
dan Jawa Timur dikenal dengan nama �pijer. Banyak
didapatkan para pedagang yang menyalahgunakan boraks sebagai bahan tambahan
makanan yang digunakan pada�
makanan (Widayat,
2011).
Boraks adalah bahan berbahaya dan beracun,
dan dilarang untuk digunakan�
dalam pembuatan makanan karena bersifat
toksik, maka boraks dimasukkan ke dalam golongan yang disebut bahan berbahaya dan beracun (B3) sehingga tidak diizinkan untuk
dicampurkan dengan makanan. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan
menyebutkan bahwa boraks merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan yang tidak
diizinkan digunakan pada makanan selain itu berdasarkan pasal 10 UU No.7
Tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan
yang akan diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang/tidak
diizinkan atau melampaui batas maksimal yang ditetapkan.
Penelitian menggenai
penggunaan boraks pada tahu sudah pernah dilakukan sebelumnya pada beberapa
daerah di Indonesia, namun penelitian yang dilakukan di NTB khususnya pada tahu
yang diproduksi di Kota Mataram merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Linthin (2013) yaitu
identifikasi boraks pada jajanan di Maluku dengan cara menguji senyawa boron
dengan kurkumin dengan menggunakan metode spectrometri didapatkan 3 sampel tahu
positif dari 24 sampel yang diuji dengan kadar pada tahu sebesar
98,66mg/kg.� Penelitian ini juga
dilakukan oleh Fuad (2014) untuk menguji tahu di Pasar Ciputat dengan
menggunakan metode tumerik tidak didapatkan adanya hasil positif boraks pada
tahu dan pada uji spektrofometri UV-Vis didapatkan kadar yang yaitu
103,05�14,44ppm.
Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Suhariyadi,dkk pada tahun
2014 mengenai survey makanan yang dijual di sekolah dasar di kota
Surabaya dengan menggunakan metode uji tumerik didapatkan 27 sampel tahu positif
mengandung boraks (Suhariyadi,2015)
Pada pemeriksaan boraks
ini hasil pengujian dikatakan positif apabila terjadi perubahan kertas uji
menjadi warna merah bata. Warna merah bata ini terbentuk akibat ikatan yang
terbentuk antara asam boraks dengan kertas uji, sementara hasil negatif
didapatkan apabila tidak terjadi perubahan warna saat dilakukan pengujian.
Pengujian secara
kualitatif dengan menggunakan uji Tes Kit, asam borat sebagai kontrol positif �menunjukan
warna merah bata. Pada 72 sampel tahu yang dianalisis didapatkan tidak adanya
reaksi perubahan warna pada kertas uji. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
tidak ada satupun tahu yang dijual di Pasar Tradisional di Kota Mataram yang
mengandung boraks. Tidak terbentuknya warna merah ini kemungkinan disebabkan oleh :
1.
Kadar boraks pada tahu yang kemungkinan
terlalu sedikit atau jumlahnya < 100ppm, sehingga ikatan yang terbentuk
antara kertas uji dengan senyawa boron tidak adekuat. Hal ini sesuai dengan batas
sensitivitas deteksi pada Tes Kit Boraks ini hanya mencapai 100 mg/Kg (100
ppm).�
2.
Terbentuknya ikatan� kompleks rososianin yang akan
menghasilkan warna merah bata akan terbentuk apabila terjadi apabila asam borat
bereaksi dengan senyawa kurkumin pada kertas uji. Sehingga apabila pada makanan
tersebut tidak menandung boraks maka ikatan rososianin tersebut tidak akan
terbentuk sehingga tidak terbentuknya warma merah bata.
3.
Sifat� senyawa kurkumin pada
kertas uji tersebut adalah dapat berubah warna saat didapatkan perbedaan ph
lingkungan. Hal ini disebabkan karena kurkumin sensitif dengan adanya perubahan
ph. Kurkumin akan berwarna kuning pada suasana
asam, sedangkan dalam suasana basa (pH 8,5-10,0) akan berubah warna menjadi merah. Apabila senyawa kurkumin bereaksi dengan senyawa formalin (ph: 2,8
� 4,0) yang memiliki ph asam maka kertas kurkumin tersebut akan berwarna kuning
sehingga hal ini yang membuat hasil negatif saat dilakukan pengujian.
4.
Produsen/Pedagang tidak menambahkan boraks
ke dalam tahu namun menggunakan bahan �pengawet lain untuk mengawetkan tahu
seperti formalin atau pengawet alami
5.
Produsen/Pedagang tidak menggunakan bahan
kimia berbahaya ke dalam tahu.
Pada
beberapa sampel yang diambil secara acak didapatkan 3 tahu positif mengandung
formalin dengan menggunakan pengujian secara kualitatif dengan tes kit
formalin. Hal ini menunjukan masih terdapat bahan tambahan makanan berbahaya
pada makanan yang beredar di pasar tradisional di Kota Mataram.
Meskipun hasil pengujian ini tidak
menunjukan hasil positif boraks pada tahu, namun tidak menutup kemungkinan pada
tahu maupun makanan lainnya juga terdapat boraks dalam proses pembuatannya. Penambahan boraks kedalam makanan yang dilakukan oleh para
pedagang ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang berkualitas, tekstur
lebih baik, awet/tahan lama serta menarik pembeli. Selain itu melihat dari tingkat
pengetahuan yang relatif rendah �dan perekonomian yang relatif rendah serta
kurangnya pengawasan oleh pihak-pihak terkait dapat menjadi pemicu para
pedagang untuk melakukan kecurangan dalam pengolahan makanan serta dalam
perdagangan.
������ Konsumsi boraks walaupun hanya dalam
kadar yang sedikit saja dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi tubuh. Gangguan yang dapat diamati dalam waktu jangka
pendek akibat paparan menghisap atau dengan kontak langsung dengan
boraks antara lain dapat terjadinya iritasi pada hidung, iritasi saluran
pernapasan, eritema dan macular rash. Pada saluran cerna juga menyebabkan
terjadinya mula muntah, diare serta kram perut. Sedangkan dalam jangka waktu panjang
dapat menimbulkan gangguan pada sistem reproduksi berupa menurunnya tingkat
kesuburan serta berkurangnya jumlah sperma pada laki-laki serta gangguan lainnya
yaitu atrofi testis, degenerasi epitel spermatogenik dan terganggunya proses
spermatogenesis. Terjadi gangguan perkembangan janin dan meningkatkan resiko
malformasi janin serta kematian pada janin, gangguan
pada otak, ginjal dan hati serta bersifat karsinogenik (USDA, 2006 ; EFSA,
2013).
Pada dosis 3-6
gram atau lebih dalam tubuh bayi dan anak kecil dapat menyebabkan kematian
sedangkan pada orang dewasa kematian dapat terjadi pada dosis pemberian 15 - 20
gram atau lebih (Swi
See, 2010).
Kandungan boraks pada
makanan tidak dapat dihilangkan secara keseluruhnya namun kadar boraks ini
dapat diturunkan jumlahnya dengan cara melakukan perebusan pada makanan dalam
air mendidih. Perebusan tahu di dalam air mendidih dapat menurunkan kadar
boraks sampai 18-20%. Melihat dari sifat boraks ini mudah menguap dengan
dilakukannya pemanasan dan dapat mengalami kehilangan salah satu molekul airnya
pada suhu 100oC (Cahyadi, 2008).
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KESIMPULAN
Berdasarkan
uji laboratorium secara kualitatif dengan menggunakan tes Kit pada tahu� yang di jual di Pasar Tradisional Kota Mataram, diketahui tidak
didapatkannya perubahan warna menjadi merah bata pada kertas uji. Hal ini
menunjukan bahwa tidak satu pun tahu tersebut
mengandung boraks.
5.2 SARAN
Berdasarkan
hasil penelitian ini, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1.
Bagi dinas kesehatan
Perlu diadakan pengawasan yang lebih ketat
terhadap penyalahgunaan bahan tambahan makanan berbahaya seperti boraks di
pasar tradisional Kota Mataram.��
2.
Bagi BPOM
������ Penelitian ini tidak menjamin boraks tidak terkandung pada
makanan yang lain pada waktu yang akan datang, sehingga perlu dilakukan
analisis serta pemeriksaan keamanan pangan terutama boraks pada makanan yang
berkelanjutan.
3.
Bagi masyarakat
Bagi masyarakat khususnya konsumen agar lebih
berhati-hati dalam memilih dan mengonsumsi makanan yang dijual di pasar
tradisional.
6.
Bagi peneliti selanjutnya
a.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai kandungan boraks pada tahu dengan metode atau instrument yang lain.
b.
Perlu dilakukan penelitian pada
makanan-makanan lainnya untuk mengetahui apakah terdapat boraks pada makanan
tersebut.
c.
Penelitian ini tidak menjamin boraks tidak
terkandung pada makanan yang lain pada waktu yang akan datang, sehingga perlu
dilakukan analisis yang berkelanjutan.
d.
Perlu dilakukan pengujian pada bahan
tambahan makanan berbahaya lainnya seperti formalin maupun bahan berbahaya
lainnya untuk mengetahui seberapa besar penggunaan bahan berbahaya tersebut
pada makanan
�
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Rohman Sumantri. (2007). Analisis
Makanan. Yogyakarta: Gajah Mada University Prees. IKAPI.
Asterina, Elmatris, Endrinaldi, (2008), � Identifikasi Dan Penentuan Kadar Boraks Pada Mie Basah Yang Beredar Dibeberapa Pasar Di Kota Padang�, Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.32, Available from: http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/download/34/31 (Accesed : 2015, Maret 18)
Cahyadi,
W (2008), Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan Edisi 2 , Cetakan
I. Jakarta:. Bumi Aksara
Dahlan, S.
(2010). Besar sampel dan cara pengambilan
sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Dwi, Hertik (2010), Pengaruh Pelarut Yang Digunakan Terhadap Optimasi Ekstraksi Kurkumin pada Kunyit, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, Available from: http://eprints.ums.ac.id/8997/2/K100060052.pdf
(Accesed
: 2015, Maret 18)
EFSA. (2013), � Scientific Opinion on the re-evaluation of boric acid (E 284) and sodium tetraborate (borax) (E 285) as food additives�, EFSA Journal 2013;11(10):3407, Available from: http://www.efsa.europa.eu/sites/default/files/scientific_output/files/main_documents/3407.pdf� (Accesed : 2015, Maret 18)
Fardiaz, S. 2007. Bahan Tambahan
Makanan. Institut Pertanian Bogor. Bandung
Fuad, NR, (2014), � Identifikasi Kandungan Boraks pada Tahu Pasar Tradisional di Daerah Ciputat�, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Available from: : http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25800/1/Nur%20Rohimah%20Fuad.pdf (Accesed : 2015, Maret 18)
Habsah, (2012), Gambaran Pengetahuan Pedagang Mie Basah Terhadap Perilaku Penambahan Boraks dan Formalin pada Mie Basah di Kantin Universitas X Depok Tahun 2012, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu Gizi, Universitas Indonesia, Available from : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318465-S-PDF-Habsah.pdf (Accesed : 2015, Maret 18)
Hamilton, R.A. and B.C. Wolf, (2007). Accidental boric acid poisoning following the ingestion of household pesticide. J. Forensic Sci., 52: 706-708. DOI: 10.1111/j.1556-4029.2007.00420, Available from :� http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17456100 (Accesed : 2015, Maret 18)
Hardcastle, James Edward, (1960), "A study of the curcumin method for boron determination" Student Research at UR Scholarship Repository, Available from :� http://scholarship.richmond.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1164&context=masters-theses (Accesed : 2015, Maret 18)
Hasan, H., Risky LA. (2012), �Desain Teknologi Pengawetan Tahu Ramah Lingkungan untuk Usaha Kecil Menengah�, Available from: http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4398230024137033729904June2013.pdf (Accesed : 2015, April 18)
Kementerian Kesehatan RI, (2011), �Peraturan� Menteri� Kesehatan� RI� Nomor722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan�, (depkes.go.id), Available from : �http://hukum.unsrat.ac.id/men/menkes_1168_1999.pdf , (Accesed : 2015, February 11)
Kementerian Kesehatan RI, (2011), �Peraturan� Menteri� Kesehatan� RI� Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Makanan �, (depkes.go.id), Available from : �http://jdih.pom.go.id/produk/peraturan%20menteri/Permenkes%20ttg%20BTP.pdf� �(Accesed : 2015, February 11)
Kementerian Kesehatan RI, (2011), �Peraturan� Menteri� Kesehatan� RI� Nomor.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Pangan dan tentang Bahan Tambahan Pangan�, (depkes.go.id), Available from : �http://hukum.unsrat.ac.id/men/menkes_1168_1999.pdf (Accesed : 2015, February 11)
Indira, Kavirayani, (2014), �The Chemistry of Curcumin: From Extraction to Therapeutic Agent�, Radiation & Photochemistry Division, Bhabha Atomic Research Centre, Mumbai, India, Available from : �http://www.mdpi.com/1420-3049/19/12/20091/pdf (Accesed : 2015, February 11)
Linthin, Sandra MP., Imam T., Marshella S. (2013), �Identification
and determination of borax as forbidden Substances in healthy school children
snacks by Spectrometry in maluku province in year 2013�, FMIPA Universitas Pattimura, Available from : �http://paparisa.unpatti.ac.id/paperrepo/ppr_iteminfo_lnk.php?id=496
(Accesed
: 2015, April 18)
Nadziratul
MH, (2014), �Analisis Faktor Resiko Pencemaran bahan toksik boraks pada bakso
di kelurahan Ciputat tahun 2014�, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, Available
from: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYKA%20NADZIRATUL%20HAQ%20-%20fkik.pdf (Accesed : 2015, April 18)
Nurjanah,
Nunung.,(2007),�
Membuat Tofu, Tahu, Tempe, Dan
Oncom. Pustaka bunda. Jakarta
Oktaviana, Galuh, (2011), �Landasan Konseptual Perencanaan Dan Perancangan Redesain Pasar Tradisional Jongke�, Surakarta. , UAJY, Available from: http://e-journal.uajy.ac.id/835/3/2TA12704.pdf (Accesed : 2015, Maret 11)
Padmaningrum, RT., Marwati, S,
(2013), �Tester Kit untuk Uji Boraks dalam Makanan�, Universitas Negeri
Yogyakarta,� Available
from:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=162974&val=465&title=TESTER%20KIT%20UNTUK%20UJI%20BORAKS%20DALAM%20MAKANAN (Accesed : 2015, April 18)
Peraturan Menteri Kesehatan RI, (2012), Peraturan
pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, mutu, dan gizi pangan, �Available from : http://jdih.pom.go.id/produk/peraturan%20menteri/Permenkes%20ttg%20BTP.pdf
(Accesed : 2015, Maret 11)
Pramutia, S ., Saifuddin, S., Najamuddin,U. (2013),� � Analysis Of The Content Of Borax On Meatballs Snack In SDN Kompleks Mangkura In Makassar City� Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Makassar, Available from:http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6710/Jurnal%20MKMI_Pramutia%20Sultan.pdf (Accesed : 2015, April 18)
Rohman,
A dan Sumantri. (2007), Analisis Makanan.
Bandung: Institut Teknologi Bandung
Saparinto
C dan D. Hidayati. (2006). Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta
: Kanisius.
Smallwood, C.L., Lipscomb, J., Swartout, J., Teuschler, L.
(2004),� � Toxicological Reviewofboron And Compounds�, U.S.
Environmental Protection Agency Washington, DC, Available from : http://www.epa.gov/iris/toxreviews/0410tr.pdf� (Accesed
: 2015, Maret 11)
Sugiyatmi,Sri, (2006), �Analisis
Faktor-Faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Dan Pewarna Pada Makanan
Jajanan Tradisional Yang Dijual Di Pasar-Pasar Kota Semarang Tahun 2006�, (undip.ac.id),�
Available from : http://core.ac.uk/download/pdf/11715370.pdf �(Accesed : 2015, Maret 11)
Suhariyadi., Retno S., Fajar AP. (2015), Survey on the Use of Borax, Magenta and Metanyl
Yellow in Food Samples Procured from State Elementary Schools of Surabaya City, Department of
Health Analyst, Surabaya Health Polytechnic, Surabaya, Indonesia, Available
from :
http://www.rjpbcs.com/pdf/2015_6%281%29/%5B197%5D.pdf (Accesed : 2015, Maret 11)
Swi See,A.,
Salleh, AB., Fatimah , AB., Yusof,NA., Abdulamir, AS., Lee YH. (2010), �Risk and Health Effect of Boric Acid� , American Journal of Applied Sciences 7, pp:
620-627, Available from : http://thescipub.com/PDF/ajassp.2010.620.627.pdf (Accesed : 2015, April 18)
Syorayah,
P., Nuraini, D.,� Chayaya, I. (2012),
�Analisis Kandungan Boraks (Na2b4o7 10 H2o) Pada Roti Tawar Yang Bermerek Dan
Tidak Bermerek Yang Dijual Di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2012�,
Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Available
from:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110051&val=4110 (Accesed : 2015, April 12)
Tasu�ah,
Siti, S. Ag., (2007). Cara Mudah Membuat Tahu & Tempe. Panca Anugrah Sakti.
Jakarta
Triastuti,E.,
Fatimawali,M., Revolta, J.R. (2013), �Analisis Boraks Pada Tahu yang Diproduksi
di Kota Manado�, Jurnal
Ilmiah Farmasi � UNSRAT Vol. 2 No. 01, Available
from: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=15423&val=1015
(Accesed
: 2015, Maret 11)
USDA,(
2006 ), �Human Health and Ecological Risk Assessment for Borax (Sporax�) Final Report�, Available from : http://www.fs.fed.us/foresthealth/pesticide/pdfs/022406_borax.pdf (Accesed : 2015, April 18)
Widayat,
Dadik ( 2011 ), �Uji Kandungan Boraks Pada Bakso (Studi pada
Warung Bakso di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember) �, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, Available from : http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/5517/Skripsi.pdf?sequence=1� (Accesed : 2015,
Maret 11)
Widayat,
D, (2013), �Uji Kandungan Boraks Pada Bakso
(Studi pada Warung Bakso di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember�, Available from:�
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/5517/skripsi.pdf?sequence=1 (Accesed
: 2015, Maret 11)
Winarno, F.G (1992), Kimia
Pangan dan Gizi, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama
Windayani, Kustri, (2010), �The Borax Content and Microbe Contamination on Beef Meatballs in The Regency of Tangerang�, Institut Pertanian Bogor,� Available from: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/58790 (Accesed : 2015, April 18)
Yiu, P.H., J. See., A. Rajan and
C.F.J. Bong. (2008). Boric acid levels in fresh noodles and fish ball. Am. J.
Agric. Biol. Sci., 3: 476-481. http://www.scipub.org/fulltext/AJAB/AJAB32476-481.pdf
(Accesed : 2015, April 18)
Lampiran
4.�� Hasil Uji Kuantitatif
No |
Pasar |
Sampel |
Kualitatif (perubahan warna kertas uji) |
Hasil |
1 |
Pasar Mandalika |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
E |
- |
Negative |
||
2 |
Pasar Cakranegara, |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
E |
- |
Negative |
||
3 |
Pasar Pagesangan, |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
E |
- |
Negative |
||
4 |
Pasar Dasan Agung |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
E |
- |
Negative |
||
5 |
Pasar Kebon Roek |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
E |
- |
Negative |
Lanjutan��� Lampiran 4.Hasil
Uji Kuantitatif
No |
Pasar |
Sampel |
Kualitatif (perubahan warna kertas uji) |
Hasil |
6 |
Pasar Karang Lelede |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
7 |
Pasar Rembiga |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
8 |
Pasar Sindu |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
9 |
Pasar Sayang-sayang |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
10 |
Pasar Abian Tubuh |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
11 |
Pasar Pagutan |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
Lanjutan��� Lampiran 4. Hasil Uji Kuantitatif
No |
Pasar |
Sampel |
Kualitatif (perubahan warna kertas uji) |
Hasil |
12 |
Pasar Cemara |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
13 |
Pasar Karang Sukun |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
14 |
Pasar KarangMedain |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
15 |
Pasar Ampenan |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
16 |
Pasar Perumnas |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
17 |
Pasar Karang Seraya |
A |
- |
Negative |
B |
- |
Negative |
||
C |
- |
Negative |
||
D |
- |
Negative |
||
|
|
|
|
|
Lampiran
5. � Tabel omset pendapatan per bulan
pasar tradisional se Kota Mataram
No |
Nama Pasar |
Pendapatan |
1 |
Pasar Mandalika |
Rp. 87.147.000.000 |
2 |
Pasar Cakranegara |
Rp. 21.735.000.000 |
3 |
Pasar Karang Lelede |
Rp. 14.295.000.000 |
4 |
Pasar Pagesangan |
Rp. 35.340.000.000 |
5 |
Pasar Rembiga |
������� Rp. 660.000.000 |
6 |
Pasar Dasan Agung |
Rp. 17.625.000.000 |
7 |
Pasar Kebon Roek |
Rp. 34.830.000.000 |
8 |
Pasar Sindu |
Rp. 12.240.000.000 |
9 |
Pasar Sayang-sayang |
Rp. 14.295.000.000 |
10 |
Pasar Abian Tubuh |
Rp. 9.000.000.000 |
11 |
Pasar Pagutan |
Rp. 7.860.000.000 |
12 |
Pasar Ampenan |
Rp. 11.655.000.000 |
13 |
Pasar Cemara |
Rp. 9.000.000.000 |
14 |
Pasar Karang Sukun |
Rp. 4.162.500.000 |
15 |
Pasar Karang Medain |
��������� Rp. 81.000.000 |
16 |
Pasar Perumnas |
Rp. 3.375.000.000 |
17 |
Pasar Karang Seraya |
Rp. 5.400.000.000 |
Jumlah |
������� Rp. 288.700.500.000 |
|
Rata- rata |
�������� Rp. 16.982.382.350 |