KORELASI
ANTARA NILAI PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEDAGANG DALAM PENGGUNAAN RHODAMIN B
PADA TERASI DI PASAR TRADISIONAL SE-KOTA MATARAM
Sandra Yuliana Andini Putri, Arfi Syamsun,
Lina Nurbaiti
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Background: Rhodamine B is a textile dye whose use in
foods are harmful and banned by the government, but are still often misused as
a food coloring. Terasi is an example of common food that often contains
Rhodamine B.
Objective: To determine the correlation between the
knowledge of the behavior of traders in the use of Rhodamine-B in terasi.
Methods: This research was an observational study with cross sectional
method. Sampling
was done by consecutive
sampling with questionnaires and data were
analyzed using Pearson correlation test.
Results: Based on the results, 2 respondents (3.3%) knowledge level
was bad, 15 respondents (25%) had enough knowledge, 43 respondents (71.7%) had
good knowledge. For behavior category, 7 respondents
(11.7%) are lacking, 53 respondents (88.3%) were good and no bad behavior found
between the respondents. The analysis showed that there was a significant correlation
between the value of the knowledge and behavior of terasi traders in
traditional markets as the city of Mataram with the strength of the correlation
(r) 0.501 (medium strength correlation).
Conclusion: There is a correlation between the knowledge
of the behavior of traders in the use of Rhodamine B with moderate correlation
strength and direction of the correlation is positive (+).
Keywords: Rhodamine B,
Knowledge, Behavior, Traders, Terasi
Latar belakang: Rhodamin B
merupakan pewarna tekstil yang penggunaannya dalam makanan berbahaya dan
dilarang oleh pemerintah namun masih sering disalahgunakan sebagai pewarna
dalam makanan. Terasi merupakan salah satu contoh bahan pangan yang sering
mengandung Rhodamin B.
Tujuan: Untuk mengetahui
korelasi antara nilai pengetahuan dengan perilaku pedagang dalam penggunaan
Rhodamin-B pada terasi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode cross
sectional. Pengambilan sampel dengan consecutive
sampling menggunakan kuesioner dan analisa data menggunakan uji korelasi
Pearson.
Hasil: Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan tingkat pengetahuan responden 2 orang (3,3%) buruk, 15 orang (25%) cukup, 43 orang (71,7%) baik. Kategori perilaku
responden 7 orang (11,7%) kurang, 53 orang (88,3%)
baik dan tidak terdapat perilaku buruk. Hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat korelasi bermakna antara nilai pengetahuan dan perilaku pedagang
terasi di pasar tradisional se Kota Mataram dengan kekuatan korelasi (r) 0,501
(kekuatan korelasi sedang)
Kesimpulan: Terdapat korelasi
antara nilai pengetahuan dengan perilaku pedagang dalam penggunaan Rhodamin B
dengan kekuatan korelasi sedang dan arah korelasi adalah positif (+).
Kata kunci: Rhodamin B, Pengetahuan, Perilaku, Pedagang, Terasi.
Pendahuluan
Warna pada makanan
merupakan suatu pelengkap daya tarik makanan maupun minuman yang berpengaruh
sangat besar terhadap daya tarik konsumen. Pewarna sintetis lebih sering
digunakan pada makanan dan minuman karena mudah di dapatkan, ekonomis, lebih
murah dibandingkan dengan pewarna alami, lebih banyak pilihan warna dan lebih
mencolok3.
Penggunaan bahan tambahan
pangan diperbolehkan selama memenuhi persyaratan. Bahan tambahan pangan yang
dilarang adalah bahan yang bersifat toksik dan jika digunakan dalam pangan akan
menimbulkan penyakit bahkan kematian4. Beberapa peraturan pemeritah
yang mengatur penggunaan zat tambahan pada makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 239/MenKes/Per/V/86 tentang zat warna
tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya, Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia
Nomor : 24/M-Ind/Per/5/2006
tentang pengawasan produksi dan penggunaan bahan berbahaya untuk industri, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan.
Berdasarkan hasil
pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2013 di berbagai tempat
di Indonesia, ditemukan sampel makanan yang positif mengandung bahan tambahan
pangan berbahaya seperti boraks, Rhodamin B, methanyl yellow, dan siklamat5.
Rhodamin B merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang oleh
pemerintah, namun secara luas ditemukan terkandung dalam makanan maupun
minuman. Rhodamine B adalah zat pewarna yang digunakan sebagai pewarna tekstil
dan apabila dikonsumsi dapat memiliki dampak yang berbahaya bagi kesehatan. Rhodamin
B mengandung residu logam berat yang dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan
keadaan patologis seperti penyakit Parkinson, meningkatkan kerusakan oksidatif,
penyakit radang kronis dan kanker6.
Operasi pasar yang
dilakukan oleh BPOM Kota Mataram pada bulan Juli-Agustus tahun 2013 di beberapa
target pasar yaitu: pasar Mandalika, Pasar Kebon Roek, Pasar Kediri, dan Pasar
Gunung Sari, ditemukan 25 dari 85 sampel yang diteliti tidak layak jual karena
tidak memiliki izin edar, kadaluwarsa, ataupun mengandung Rhodamin B dan
boraks. Sampel yang termasuk tidak memenuhi syarat tersebut diantaranya terasi,
sambal plecing, kerupuk beras, kerupuk tempe, serta obat dan kosmetik tanpa
izin5.
Terasi merupakan salah
satu bahan makanan yang banyak ditemukan mengandung Rhodamin B dan biasa
digunakan oleh masyarakat di Pulau Lombok sebagai bahan masakan berbagai
makanan khas Lombok. Terasi juga dimanfaatkan sebagai pengganti udang dalam
produksi kerupuk udang atau ikan, dan penyedap rasa dalam berbagai makanan.� Hasil analisis sampel BPOM tahun 2004 dari 80� jumlah sampel
terasi yang dianalisis sekitar 41 (51%) mengandung Rhodamin B. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Astuti et
al tahun 2010 menunjukkan 21 dari 30 (70%) sampel terasi positif mengandung
Rhodamin B.
Tingginya angka
penyalahgunaan zat warna oleh masyarakat dapat dipengaruhi oleh ketidaktahuan
masyarakat tentang zat pewarna yang dapat digunakan pada makanan atau tidak
adanya penjelasan atau label yang melarang penggunaan zat pewarna tersebut
untuk bahan pangan. Harga pewarna tekstil yang relatif jauh lebih murah
dibandingkan dengan zat pewarna untuk makanan karena bea masuk zat pewarna
makanan lebih tinggi daripada zat warna non pangan, serta warna yang dihasilkan
oleh zat pewarna tekstil biasanya lebih menarik daripada zat pewarna makanan,
merupakan salah satu faktor penyalahgunaan zat berbahaya pada makanan2,4.
Penggunaan
Rhodamin B pada makanan dapat dipandang sebagai suatu perilaku. Menurut
Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku seseorang dapat dipengaruhi
oleh tiga faktor, yaitu: faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, tradisi,
tingkat ekonomi, kepercayaan, tingkat pendidikan dan sebagainya), faktor
pemungkin (ketersediaan sarana dan prasarana), dan faktor penguat (sikap dan
perilaku tokoh masyarakat, peraturan, undang-undang serta agama). Pengetahuan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang.
Metodologi Penelitian
Rancangan
Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian observasional dengan metode cross-sectional7.� Subjek pada penelitian ini adalah pedagang
terasi di Pasar se-Kota Mataram.
Sampel
pada penelitian diambil dengan cara nonprobability
sampling yaitu�
dengan teknik consecutive
sampling8,9.. Subjek penelitian adalah pedagang terasi di pasar
tradisional yang berada di Kota Mataram. Peneliti membagi pasar di Kota Mataram
menjadi 2 kategori yaitu pasar besar dan pasar kecil berdasarkan omset
rata-rata per bulan. Jumlah pasar tradisional yang berada di Kota Mataram
adalah sebanyak 17 pasar. Setelah dibagi berdasarkan omset, terdapat 5 pasar
besar dan 12 pasar kecil. Jumlah pedagang yang diambil dalam setiap pasar besar
adalah 5 pedagang dan pasar kecil akan diambil 3 pedagang sehingga total
responden pada penelitian ini adalah 60 orang. Pedagang yang menjadi sampel
merupakan pedagang yang memenuhi kriteria inklusi.
Analisis
Data
Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah
menggunakan Analisa Bivariat untuk melihat apakah terdapat korelasi antara
variabel dependen dengan variabel independen. Analisis bivariat yang digunakan dalam �penelitian �ini adalah Uji Korelasi Pearson.
Hasil
Penelitian
Data mengenai distribusi pasar menurut kecamatan dapat dilihat pada
tabel. 1 dalam lampiran 1. Data mengenai pengetahuan responden dapat dilihat
melalui lampiran 2. Berdasarkan data dapat diketahui bahwa
secara umum pengetahuan pedagang terasi termasuk baik (71,7%).� Sebanyak 25% pedagang terasi memiliki
pengetahuan yang cukup dan 3,3% memiliki pengetahuan kurang. Data responden
mengenai perilaku dapat dilihat dalam lampiran 3. Berdasarkan data yang
diperoleh, sebagian besar pedagang terasi memiliki perilaku yang baik (88,3%)
dan sebanyak 11,7% pedagang memiliki perilaku yang kurang baik dan tidak
terdapat responden yang memiliki perilaku buruk.�
Hasil
Analisis Data
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,04). Kekuatan korelasi (r) pada uji korelasi tersebut sebesar 0,501 yang menandakan korelasi antara nilai pengetahuan dan perilaku pedagang terasi pedagang termasuk dalam kategori kekuatan korelasi sedang dan arah korelasi adalah positif (+) yang menandakan semakin besar niai suatu variable maka semakin besar pula nilai variable lainnya
Pembahasan
Pengetahuan
Responden
Berdasarkan analisis data
karakteristik repsonden pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa mayoritas (71,7%) responden memiliki
pengetahuan yang baik mengenai bahan tambahan pangan dan Rhodamin B. Hal ini disebabkan antara lain karena 37% responden tersebut mempunyai tingkat pendidikan
tamat SMP sampai Perguruan Tinggi. Sedangkan
responden
yang memiliki pengetahuan kategori cukup (11,7%) dan kurang (3,3%) merupakan
responden dengan tingkat pendidikan tidak sekolah. Menurut Nasution (2000)
pendidikan adalah suatu proses untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan
serta sikap seseorang. Oleh karena itu, semakin tinggi pendidikan seseorang,
maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut. Hal ini
sesuai dengan Sugiyatmi (2006) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan terjadinya pencemaran bahan pewarna pada makanan.
Akibat pendidikan rendah, maka pengetahuan serta prakteknya terbatas pada
pengalaman dan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari.
Hasil
analisis juga menunjukkan bahwa 15% responden mempunyai pengetahuan baik dengan tingkat
pendidikan tidak tamat SD. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun
pendidikan responden rendah, namun masih memungkinkan memiliki pengetahuan yang
baik. Pengetahuan baik dari responden dapat
disebabkan oleh faktor lain salah satunya adalah informasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 45% pedagang telah mendapatkan penyuluhan mengenai bahan
tambahan pangan berbahaya khususnya tentang Rhodamin B. Penyuluhan tersebut sebagian besar
diadakan oleh BPOM Provinsi NTB dan dinas kesehatan Kota Mataram kepada
pedagang terasi yang memberikan informasi mengenai larangan, ciri-ciri, serta
bahaya dari penggunaan Rhodamin B pada pangan. Selain itu, seiring dengan
kemajuan teknologi membuat penyebaran informasi menjadi lebih mudah. Informasi
tersebut menyebabkan responden mengetahui secara umum mengenai larangan serta
bahaya penggunaan Rhodamin B dalam pangan. Penyebaran informasi dapat terjadi
terutama melalui internet, televisi, penyuluhan, dan sebagainya. Hal tersebut menyebabkan tingkat
pengetahuan responden pada penelitian ini menjadi lebih baik.
Selain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan responden juga dapat dipengaruhi faktor lain. Berdasarkan
hasil penelitian, responden yang memiliki pengetahuan baik terutama berasal dari kelompok umur 34 - 40 tahun
(18,3%). Kelompok usia 34-40 tahun masih tergolong usia produktif sehingga masih memungkinkan responden dalam mencari, menerima
dan menerapkan informasi yang diperoleh. �Selain itu, responden dengan pengetahuan kurang adalah responden berusia
62-68 tahun (3,3%). Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo
(2003) yang mengemukakan bahwa menjelang usia lanjut, kemampuan penerimaan atau mengingat suatu
pengetahuan akan berkurang sehingga cenderung pasif untuk mendapatkan informasi
baru. �Berdasarkan hasil
wawancara, responden yang telah berusia >55 tahun mengaku jarang menonton
televisi atau mengikuti penyuluhan dan langsung beristirahat sepulang berjualan
di pasar.
Faktor
lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik
merupakan pedagang yang telah berjualan selama 6-10 tahun (23,3%). Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003) yang menyatakan perbedaan pengetahuan
seseorang dengan orang lain yang memiliki pendidikan yang sama adalah pengalaman.
Sebagian
besar pedagang telah mengetahui mengenai definisi, contoh, manfaat dari bahan
tambahan pangan, kegunaan zat warna rhodamin, ciri-ciri, serta dampak dari
rhodamin, namun sebanyak 66,7% pedagang menjawab �tidak tahu� untuk pertanyaan
mengenai bentuk fisik dari Rhodamin B. Hal ini mengakibatkan sebagian besar
pedagang mengetahui redaksi kata �Rhodamin B� namun ketika diminta untuk
menyebutkan contoh, nama dagang, atau bentuk fisik Rhodamin B banyak pedagang
yang tidak dapat menjawabnya.
Bahan pewarna yang biasa
diketahui oleh pedagang pada umumnya berupa sumba yang mudah diperoleh serta
harganya murah. Tanpa membaca label yang tertera pada kemasan apakah termasuk
pewarna makanan atau tidak, para pedagang beranggapan bahwa sumba adalah
pewarna makanan yang dapat ditambahkan kedalam makanan, harganya murah, dan
banyak tersedia di warung atau toko. Salah satu merek pewarna tekstil yang
disalah gunakan menjadi pewarna makanan adalah sumba cap ikan paus. Sumba cap
ikan paus merupakan pewarna kertas yang sering disalah gunakan sebagai pewarna
makanan.
Berdasarkan pengalaman
pedagang, sumba merupakan pewarna makanan dan belum pernah ditemukan orang yang
mengalami gangguan kesehatan karena mengkonsumsi makanan yang mengandung
pewarna dari sumba tersebut. Seperti yang diungkapkan salah satu pedagang yaitu
nyonya M. Menurut nyonya M, dahulu merek sumba cap ikan paus tersebut sudah
sering digunakan semenjak masih kecil yang biasanya dicampurkan ke dalam
minuman es dan selama ini dia tidak merasakan adanya keluhan mengalami suatu
penyakit akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna tekstil tersebut.
Hal
ini disebabkan karena efek jangka pendek Rhodamin
B bagi tubuh memang tidak terlalu memberikan efek yang signifikan kecuali terjadi
iritasi pada area yang terkena maupun keracunan akut akibat Rhodamin4.
Efek jangka panjang dari Rhodamin B bagi tubuh manusia membutuhkan waktu
bertahun-tahun hingga dapat menimbulkan suatu kelainan, gejala, maupun penyakit
pada tubuh manusia. Hal ini yang belum dipahami oleh pedagang
sehingga pedagang beranggapan bahwa tidak ada masalah dalam penggunaan pewarna
tekstil dalam makanan.
Perilaku
Responden
Pembentukan suatu
perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai dari unsur kognitif. Hal ini
menandakan bahwa subjek harus terlebih dahulu mengetahui stimulus berupa materi
atau objek sehingga dapat menciptakan pengetahuan baru yang akan menimbulkan
respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek tersebut10.
����������� Dari hasil data
penelitian mengenai perilaku pedagang, pedagang terasi di Kota Mataram
mayoritas (88,3%) telah memiliki perilaku yang baik dan 11,7% pedagang memiliki perilaku yang kurang
baik dan tidak ada responden yang memiliki perilaku buruk.
Perilaku
baik (88,3%) responden dalam penelitian ini karena mayoritas (71,7%)
tingkat pengetahuan responden yang baik, karena pengetahuan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Notoatmodjo (2003), terbentuknya perilaku dapat diawali dengan
terbentuknya pengetahuan tentang suatu objek, sehingga pengetahuan seseorang
terhadap suatu objek tersebut akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Sugiyatmi (2006) yang
menyatakan sebagian besar responden dalam penelitiannya memiliki perilaku
buruk. Perbedaan hasil ini dapat terjadi akibat adanya perbedaan tingkat
pengetahuan responden. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sugiyatmi (2006)
mayoritas responden memiliki pengetahuan yang rendah sehingga tidak mengetahui
bahan pewarna terlarang serta dampaknya pada kesehatan sehingga perilaku responden
dalam penelitian tersebut menjadi buruk.
Berdasarkan distribusi tingkat pendidikan dalam penelitian ini,
diketahui bahwa mayoritas responden yang memiliki perilaku baik adalah
responden yang tamat SMA dan mayoritas responden yang memiliki perilaku kurang
adalah responden yang tidak sekolah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin
mudah seseorang untuk
memperoleh serta mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki.
Hasil analisa perilaku baik responden tertinggi
pada responden dengan kelompok umur 48-54 tahun (21,7%) dan kelompok umur 34-40 tahun (18.3%). Hal ini sejalan dengan
pernyataan Sudjarwo (2004) yang menyatakan bahwa usia menggambarkan pengalaman yang dimiliki
seseorang sehingga terdapat keragaman tindakan berdasarkan usia yang dimiliki.
Dalam penelitian ini, perilaku baik responden selain
karena faktor pengetahuan responden yang baik, juga didukung oleh faktor lain seperti pendidikan dan usia. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo
(2003) bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi
(terkait dengan usia, tingkat pendidikan dan pengetahuan); faktor
pendukung (sarana prasarana yang mendukung terjadinya suatu perilaku) serta
faktor penguat (perilaku petugas, undang-undang, peraturan pemerintah mengenai
bahan tamabahan pangan berbahaya, serta agama) Faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi pembentukan perilaku seseorang dalam hal ini adalah pedagang dalam
penggunaan bahan tambahan berbahaya dalam barang dagangannya.
Perilaku
pedagang terhadap karakteristik terasi yang dijual, yaitu 91,7% pedagang menjawab
pada nilai 3 yang berarti �saya selalu memperhatikan karakteristik terasi yang
saya jual�. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar pedagang
terasi memperhatikan mutu dan kualitas barang dagangannya.� Untuk mengetahui kualitas terasi yang akan
dijual, pedagang mempergunakan
beberapa teknis pemilihan kualitas terasi saat membeli di agen, antara lain bertanya
kepada agen penjual terasi, melihat warna, aroma, atau mencicipi terasi yang akan dibeli.
Perilaku
responden terhadap penjualan terasi warna merah, yaitu 50%
pedagang menyatakan sudah
jarang menjual terasi yang bewarna merah karena sudah jarang dicari oleh pembeli dan lebih memilih terasi yang
bewarna kecoklatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Astuti et
al, 2010 yang menyebutkan bahwa warna terasi asli adalah
coklat kehitam-hitaman karena terasi dibuat melalui proses fermentasi. Warna
kehitaman berasal dari pigmen udang atau ikan yang merupakan bahan utama
terasi. Terasi yang memiliki mutu baik juga memiliki tekstur yang tidak terlalu
keras atau lembek.
Berdasarkan hasil penelitian, perilaku responden
terhadap terasi yang dijualnya bila mengalami kerusakan yaitu 61,7% responden menyatakan tidak akan menjualnya. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa 43%
responden akan membuangnya dan 47% menyatakan terasi yang dijualnya belum pernah sampai rusak.� Selain itu, beberapa pedagang
terutama pedagang besar seperti yang ada di pasar Mandalika menyatakan akan menjual kembali terasinya dalam harga
murah untuk digunakan sebagai pakan babi atau sapi. Hal ini
karena pedagang
pada pasar kecil rata-rata membeli terasi dalam jumlah kecil sehingga tidak
pernah didapatkan terasi yang rusak karena lama tidak terjual.
Selain pengetahuan, perilaku
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal diantaranya pengetahuan, persepsi, emosi, motivasi,
yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor eksternal mencakup
lingkungan sekitar seperti manusia, social ekonomi, kebudayaan, dan lain
sebagainya11.
Korelasi
Antara Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Terasi
Berdasarkan analisa
korelasi parameterik hubungan pengetahuan dan perilaku pedagang terasi
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nilai pengetahuan dan
perilaku pedagang terasi dengan kategori kekuatan korelasi sedang dengan arah
korelasi positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengetahuan pedagang
maka semakin baik pula perilaku pedagang tersebut.
Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Murtiyanti et al
(2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan
dengan praktek penggunaan zat warna. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
Astuti et al tahun 2010 juga
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang Rhodamin
B dengan penggunaan zat warna Rhodamin B pada terasi. Dalam penelitian tersebut
dijelaskan bahwa perilaku produsen terasi ditentukan oleh pengetahuannya.
Produsen yang memiliki pengetahuan baik mengenai larangan serta bahaya
penggunaan Rhodamin B cenderung tidak akan menggunakan Rhodamin B sebagai
pewarna pada terasi begitu pula produsen dengan pengetahuan yang cukup sedangkan
produsen dengan pengetahuan yang kurang akan menggunakan Rhodamin B pada terasi
buatannya.
Pernyataan tersebut
sesuai dengan Notoatmodjo (2003) yang menyatakan terbentuknya perilaku dimulai
dari unsur kognitif yaitu pengetahuan. Pengetahuan merupakan salah satu faktor
penting dalam menentukan perilaku. Hal ini menegaskan bahwa semakin baik
pengetahuan seseorang maka semakin baik pula perilaku seseorang tersebut.
Hasil penelitian ini
tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanty (2009). Dalam
penelitiannya disebutkan bahwa hasil uji faktor hubungan pengetahuan pedagang
tentang bahaya Rhodamin B dan tingkat penggunaannya menunjukkan tidak terdapat
perbedaan. Dengan kata lain, pedagang yang mengetahui maupun tidak mengetahui
mengenai bahaya Rhodamin B memiliki kecendrungan yang sama dalam menggunakan Rhodamin
B. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa 60% responden mengetahui bahaya
Rhodamin B namun 50% dari mereka tetap menggunakan Rhodamin B. Pembentukan
suatu perilaku seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun salah satu
faktor penting yang mempengaruhi seseorang adalah pengetahuan yang dimiliki.
Perbedaan pengetahuan individu dengan pendidikan yang sama adalah pengalaman
serta adanya faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku
seseorang.
.Menurut
Notoatmojo (2007) tingkat pengetahuan seseorang secara garis besar dapat dibagi
menjadi tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application),
analisis (analysis), sintesis (synthesis),
dan
evaluasi (evaluation). Berdasarkan
hasil penelitian, mayoritas pedagang memiliki pengetahuan tinggi, namun terdapat 66,7% pedagang tidak
mengetahui bentuk fisik Rhodamin B. Pedagang juga mengetahui salah satu bahwa
dampak Rhodamin B adalah kanker namun belum memahami bahwa dampak jangka
panjang Rhodamin B membutuhkan waktu yang cukup lama. Dilihat dari perilaku
pedagang, mayoritas pedagang sudah memiliki perilaku yang baik. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata pedagang kemungkinan berada dalam tingkat
pengetahuan kategori �aplikasi (application)�
yaitu seseorang dapat menggunakan pemahamannya dari suatu objek materi, lalu
diaplikasikan di dunia nyata, namun belum sampai ke tahap kategori tingkat
"analisis (analysis)� yaitu
merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan komponen-komponen yang
ada dalam suatu objek, namun masih saling memiliki keterkaitan. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan perilaku seseorang
karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama
dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo,
2007).
Penelitian ini lebih
mengarah kepada pedagang terasi bukan kepada produsen. Hal ini dilakukan karena
terasi yang dijual di Mataram sebagian besar berasal dari Pulau Jawa,
Kalimantan, Sumatra, dan Sumbawa yang masuk melalui Labuan Lombok. Pedagang
merupakan bagian terakhir dari suatu rangkaian proses berantai. Penggunaan Rhodamin
B pada terasi dapat terjadi akibat penambahan bahan tersebut dalam proses
berantai tersebut. Hal itu bisa dilakukan oleh produsen, agen, maupun pedagang
itu sendiri.
Sebagai lini terakhir
sebelum terjadinya jual beli, diharapkan pedagang memiliki pengetahuan yang
cukup sehingga dapat memilih barang dagangan dengan kualitas yang baik untuk
para pembeli. Dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan, diantaranya
pengumpulan data penelitian dengan kuesioner dan wawancara terstruktur bersifat
subjektif sehingga kebenaran data yang diambil bergantung pada kejujuran dari
responden.
Kesimpulan
Terdapat korelasi antara
nilai pengetahuan dengan perilaku pedagang dalam penggunaan Rhodamin B dengan
kekuatan korelasi (r) 0,501 kategori korelasi sedang dan arah korelasi adalah
positif (+) yang menandakan semakin besar nilai suatu variable maka semakin
besar pula nilai variable lainnya.
Saran
1.
Bagi peneliti lain yang berminat untuk
mengembangkan penelitian ini, diharapkan melakukan penelitian dengan metode
yang lain.
2. Bagi
BPOM diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan terkait bahan tambahan pangan
kepada masyarakat dan pedagang khususnya di pasar-pasar kecil sehingga pedagang
dapat meningkatkan mutu barang dagangannya, disamping
itu materi penyuluhan dapat lebih difokuskan pada bentuk fisik terkait bahan tambahan pangan, terutama yang
berbahaya bagi kesehatan (Rhodamin B dan zat-zat berbahaya lainnya).
Selain
itu, BPOM diharapkan meningkatkan pengawasan kepada produsen dan pedagang
terhadap penggunaan bahan tambahan pangan khususnya Rhodamin B.
3.
Bagi Masyarakat diharapkan lebih aktif dalam� mencari
informasi mengenai bahan tambahan pangan terutama bahan tambahan pangan
berbahaya dalam makanan sehingga dapat lebih teliti dalam membeli bahan pangan.
Daftar Pustaka
1.
Almatsier, S., 2010. Prinsip
dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2.
Cahyadi, W. 2008. Analisis
dan Apek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara
3.
Kulkarni,
Jyoti. 2014. Synthetic food Colors � Are They Safe?. International Journal of
Research-Granthaalaya pp:1-5. Available at: Http://www.granthaalayah.com�International Journal of Research
�Granthaalayah (accessed May25, 2015)
4.
BPOM.
2011. Rhodamin B. [internet]. Avaible at: http://ik.pom.go.id/v2014/katalog/Rodamin%20B.pdf
(accessed June 19, 2015) (accessed
April 16, 2015)
5.
Badan
Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Hasil
Temuan Pengawasan Pangan Selama Ramadhan 2013 Mencapai Rp 6,9 M, Juli-Agustus. Warta POM. [internet]. Avaible at: http://www.pom.go.id/ppid/2014/warta_pom/3_JUL-AGT.pdf
(accessed May 5, 2015)
6.
Mudgal,
V. Madaan, N., Mudgal, A., Singh, RB., & Mishra, S. 2010. Effect of Toxic
Metals on Human
7.
Health. The Open Nutraceuticals Journal vol.3
pp:94-99
8. Sastroasmoro,
S., & Ismael S.� 2011. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Praktis. Jakarta : Binarupa
Aksara.
9.
Dahlan, S. 2010. Besar
sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika.
10. Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
11. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Jakarta:� PT Rineka
Cipta pp. 118-145
12. Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan
Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.
Lampiran
1.
�Tabel 1. Distribusi Pasar Menurut Kecamatan
Pasar Besar |
Pasar Kecil |
Pasar
Cakra Pasar Dasan Agung Pasar
Kebon Roek Pasar Pagesangan Pasar Mandalika |
Pasar Abian Tubuh Pasar Ampenan/ACC Pasar Cemara Pasar Karang Lelede Pasar Karang Medain Pasar Karang Seraya Pasar Karang Sukun Pasar Pagutan Pasar Perumnas Pasar Rembiga Pasar Sayang-Sayang Pasar
Sindu |
Lampiran
2
Deskripsi Pengetahuan Responden
Pengetahuan |
Jumlah |
Persentase (%) |
kurang |
2 |
3.3 |
cukup |
15 |
25.0 |
baik |
43 |
71.7 |
Total |
60 |
100.0 |
Deskripsi Perilaku Responden
Perilaku |
Jumlah |
Persentase (%) |
Buruk |
0 |
0 |
kurang |
7 |
11.7 |
baik |
53 |
88.3 |
Total |
60 |
100.0 |
Lampiran
3
Hasil Analisis Data
|
|
pengetahuan |
perilaku |
pengetahuan |
Pearson
Correlation |
1 |
.501** |
Sig.
(2-tailed) |
|
.000 |
|
N |
60 |
60 |
|
perilaku |
Pearson
Correlation |
.501** |
1 |
Sig.
(2-tailed) |
.000 |
|
|
N |
60 |
60 |
|
**.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). |