COMPARISON
THE DURATION OF ANALGESIA HYPERBARIC BUPIVACAINE + TRAMADOL WITH HYPERBARIC BUPIVACAINE
+ NACL IN PATIENTS UNDERGOING SURGERY WITH SPINAL ANESTHESIA
Siti Sovia Yuliana, Erwin Kresnoadi, Rika
Hastuti Setyorini
Medical Faculty of Mataram University
Corespondent author :
dr�[email protected]
Abstract
Background : Post-operative pain is one of the main factors that can
affect the healing process and recovery of the patient. Various regional
anesthetic tehnic had been developed to facilitating the surgery such as spinal
anesthesia. Multimodal approach in spinal anesthesia were one method that is
currently widely used to treat post-operative pain. The addition of local
anesthetic with opioid drug that known as multimodal therapy can provide the
promising result. In this study, the drugs used are bupivacaine and tramadol
and aims to determine the effectiveness the addition of tramadol to bupivacaine
hyperbaric intrathecal in prolonging the duration of post-operative analgesia.
Method : This study used analytical descriptive with secondary data
sources. Fourthy eight ASA I-II patients were divided into 2 groups of 24
patients each. Group A (Treatment) received 0.5% bupivacaine 12,5 mg hyperbaric
plus 25 mg tramadol and group B (Control) received� 0,5% bupivacaine 12,5 mg hyperbaric
plus 0,9% NaCl 0,5 cc by intrathecal route. Duration of analgesia was estimated
from the spinal adminitered of the drugs until the regression of two segments
achieved. Statistical analysis using independent t-test and mann whitney test.
Result : The results of this study get the duration of analgesia of
treatment group was longer than the control group which found to be extremely
significant.
Conclusion : This study has demonstrated that the duration of analgesia
between 0,5% bupivacaine 12,5 mg hyperbaric plus 25 mg tramadol intrathecal was
longer than 0,5% bupivakain 12,5 mg hyperbaric with 0,9% Nacl 0,5 cc
intrathecal.
Key words
: spinal anesthesia,
bupivacaine hyperbaric, tramadol, analgesia, post-operative
Abstrak
Latar belakang
: Nyeri
pasca operasi merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan dan pemulihan pasien. Berbagai tehnik anestesi regional telah
dikembangkan untuk memfasilitasi tindakan operasi seperti anestesi spinal.
Pendekatan multimodal pada anestesi spinal merupakan salah satu cara yang saat
ini banyak digunakan untuk mengatasi nyeri pasca operasi. Penambahan obat
anestesi lokal dengan obat golongan opioid sebagai terapi multimodal dapat
memberikan hasil yang menjanjikan. Pada penelitian ini obat yang digunakan
adalah bupivakain dan tramadol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas penambahan tramadol pada bupivakain hiperbarik secara intratekal
untuk memperpanjang lama analgesia pasca operasi.
Metode : Penelitian
ini bersifat analitik deskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder.
Penelitian dilakukan terhadap empat puluh delapan pasien dengan status fisik
ASA I-II yang terbagi ke dalam 2 kelompok. Kelompok A (perlakuan) mendapat
bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg intratekal dan
kelompok B (kontrol) mendapat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl
0,9% 0,5 cc intratekal. Penliaian efek analgesia dilakukan sampai terjadinya
regresi 2 segmen dicapai. Analisis statistik menggunakan independent t-test dan mann
whitney test.
Hasil : Hasil
penelitian ini mendapatkan lama analgesia kelompok perlakuan lebih panjang
dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan perbedaan bermakna.
Simpulan : Lama
analgesia bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg intratekal
lebih lama dibandingkan dengan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl
0,9% 0,5 cc intratekal.
Kata kunci : Anestesi spinal, bupivakain hiperbarik,
tramadol, analgesia, pasca operasi
PENDAHULUAN
Nyeri pasca operasi merupakan permasalahan
yang paling sering dialami oleh pasien yang sudah� melaksanakan prosedur operasi. Setiap
operasi akan mengakibatkan rasa nyeri akibat adanya� kerusakan jaringan karena operasi
tersebut. Nyeri yang ditimbulkan pasca operasi dapat berpengaruh dalam proses
penyembuhan dan pemulihan tubuh pasien.1 Nyeri merupakan salah satu
efek dari operasi yang dapat diantisipasi dan ditangani baik sebelum operasi,
intraoperasi maupun pascaoperasi.2 Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi adalah dengan memberikan
obat analgesia sebagai anestesi regional.
Berbagai
teknik anestesi telah banyak dikembangkan untuk memfasilitasi tindakan operasi.
Akhir-akhir ini pemakaian anestesi regional untuk prosedur operasi sudah sangat
berkembang dan meluas. Teknik anestesi regional yang banyak digunakan adalah anestesi
spinal. Anestesi spinal termasuk teknik yang mudah dilakukan untuk mendapatkan
kedalaman dan kecepatan blokade saraf dengan cara memasukan dosis kecil larutan
anestesi lokal ke dalam ruangan subaraknoid sehingga menyebabkan hilangnya
aktivitas sensoris, motoris, dan otonom yang bersifat reversibel.3 Keuntungan
dari teknik ini adalah biaya relatif lebih murah, efek sistemik relatif kecil,
efek analgesia yang adekuat, insidensi efek samping lebih rendah, hasil operasi
lebih baik, dan tingkat kepuasan pasien lebih tinggi.4 Penyuntikan
obat anestesi lokal biasanya dilakukan di daerah lumbal pada tingkat L3
- L4 atau L4 - L5, bisa dengan posisi duduk
ataupun miring.4 Teknik anestesi regional dan lokal yang ideal
sangat penting untuk mendapatkan hasil memuaskan dan aman.
Pendekatan multimodal pada anastesi spinal merupakan salah
satu tehnik dari armamentarium anestesi, yang dapat digunakan sebagai suatu teknik
untuk melakukan prosedur bedah dan mengatasi nyeri pasca operasi.4 The
American Society of Anesthesiology Task Force on Acute Pain Management dan
The Agency for Health Care
research and Quality menganjurkan penggunaan pendekatan multimodal untuk
mengatasi nyeri akut.5 Penelitian berkelanjutan masih terus
dilakukan untuk mendapatkan obat analgesia yang ideal, dimana dari penelitian
tersebut diharapkan adanya obat atau kombinasi obat yang mempunyai efek
analgesia kuat dengan efikasi tinggi dan efek samping minimal.6
Obat anastesi lokal merupakan obat yang
menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal dengan dosis yang cukup.
Salah satu contoh obat anestesi lokal yang biasa digunakan adalah bupivakain.
Bupivakain merupakan obat
anestesi lokal golongan amida dengan rumus kimia 2-piperidine karbonamida, 1
butyl (2,6- dimethilfenil) monoklorida. Bupivakain merupakan obat anestesi
lokal yang mempunyai durasi kerja panjang, dengan efek blokade terhadap
sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini, bupivakain lebih
populer digunakan untuk memperpanjang analgesia pasca persalinan dan pasca
pembedahan.7
Durasi kerja bupivakain
dapat bertahan selama 90-120 menit. Oleh karena durasi kerja yang panjang, maka
sangat mungkin menggunakan obat anestesi lokal ini dengan teknik satu kali
suntik. Bupivakain menjadi pilihan karena mula kerja dan masa pulih anestesi
yang cepat, relatif
mudah, dan kualitas blokade sensorik dan motorik yang baik.8
Pemakaian bupivakain dapat menimbulkan komplikasi sistemik karena penekanan
pada syaraf simpatis, sehingga dosis� pemberian obat tidak boleh digunakan
secara berlebihan. Dosis maksimal bupivakain yang aman adalah 2,5-4 mg/kgBB.
Pemberian bupivakain sebagai obat tunggal dengan dosis tinggi dapat memberikan
efek analgesia yang lebih memuaskan, namun dapat menimbulkan efek samping
seperti hipotensi dan depresi pernapasan. Untuk mengatasi hal ini, dapat
dilakukan dengan memberikan kombinasi dua obat dengan dosis yang lebih rendah
yang dapat memberikan hasil yang lebih baik yaitu memperpanjang durasi kerja
dengan efek samping lebih rendah.8 Kombinasi obat anastesi lokal
dosis rendah dengan obat analgesia golongan opioid menawarkan dimensi baru
untuk mengatasi nyeri pasca operasi.4
Obat
golongan opioid merupakan adjuvant yang
sering digunakan saat ini.2 Salah satu obat golongan opioid yang
dapat digunakan untuk meningkatkan efek analgesia dari bupivakain adalah
tramadol.4 Tramadol merupakan obat golongan opioid sentral yang
bekerja sebagai agonis lemah pada �-reseptor
yang dapat memberikan efek analgesia melalui berbagai mekanisme yang berbeda,
yaitu berikatan lemah dengan reseptor � agonis, menghambat reuptake serotonin, serta memiliki efek anastesi lokal terhadap saraf
perifer.9 Tramadol dipilih karena selain memiliki efek analgesia
sentral yang kuat juga memiliki efek analgesia perifer yang kuat. Tramadol
secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit untuk� nyeri ringan sampai sedang.10
Selain dari berbagai mekanisme kerja yang dimiliki oleh tramadol, tramadol juga
dipilih karena memiliki risiko yang lebih rendah untuk terjadinya depresi pada
sistem pernafasan sebagaimana yang sering terjadi pada obat golongan opioid lainya.4
Penelitian
serupa sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Susmita Chakraborty. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Susmita Chakraborty menunjukan bahwa penambahan
tramadol 20 mg sebagai adjuvant obat
analgesia dapat memperpanjang efek analgesia dari bupivakain 0,5% 15 mg
hiperbarik.
Dalam
penelitian ini dosis tramadol yang dipilih adalah 25 mg. Dosis ini dipilih
dengan mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan oleh susmita pada tahun
2008, yaitu dengan pemberian tramadol 20 mg sebagai adjuvant dapat memperpanjang efek analgesia bupivakain dengan efek
samping minimal.11 Selain itu, dosis yang digunakan masih dalam
rentan dosis yang aman dimana dosis maksimal untuk pemberian tramadol adalah
400 mg/hari.12 Selain dilihat dari keefektifan dan keamanan, dosis
ini dipilih karena dari penelitian sebelumnya belum ada yang pernah melakukan
penelitian serupa dengan menggunkan dosis tramadol 25 mg.
Dengan
latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui
perbandingan efek analgesia antara pasien yang mendapatkan obat analgesia
multimodal dengan pasien yang hanya mendapatkan obat tunggal sebagai analgesia.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini bersifat
analitik deskriptif. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari rekam
medik pasien di Rumah Sakit Bayangkara. Populasi penelitian adalah pasien yang
akan menjalani proses operasi atau pembedahan dengan menggunakan spinal
anastesi di Rumah Sakit Bhayangkara. Sampel penelitian adalah psien yang
menjalani operasi dengan anestesi spinal di Rumah Sakit Bhayangkara yang
memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara quota sampling. Quota
sampling. Kriteria inklusi penelitian meliputi : 1)
Pasien yang menjalani tindakan operasi elektif dengan spinal anastesi, 2)
Status fisik ASA I-II, 3) Umur pasien antara 18-65 tahun, 4) Berat badan 50-70
kg, 5) Tinggi badan 150-175 cm, 6) Lama operasi kurang dari 2 jam, 7) Menyetujui
informed consent. Besar sampel
dihitung dengan rumus tingkat kesalahan, sehingga didapatkan besar sampel pada
penelitian ini 48 pasien yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan� berjumlah
24 pasien dan kelompok kontrol berjumlah 24 pasien. Kelompok perlakuan yaitu
pasien yang mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg� hiperbarik ditambah tramadol 25 mg
intratekal, sedangkan kelompok kontrol yaitu pasien yang mendapatkan bupivakain
0,5% 12,5 mg� hiperbarik ditambah NaCl
0,9% 0,5 cc intratekal.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian
pada 48 pasien laki-laki dan perempuan yang menjalani operasi bedah elektif di
RS Bhayangkara. Pasien dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu kelompok A (perlakuan)
sebanyak 24 pasien yang mendapat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah
tramadol 25 mg intratekal, dan kelompok B (kontrol) sebanyak 24 pasien yang
mendapat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,5 cc
intratekal.
Data yang didapat dari kedua
kelompok kemudian dilakukan uji statistik. Untuk data nominal yang meliputi
variabel tingkat pendidikan, jenis kelamin, jenis operasi, dan status fisik� dengan
menggunakan uji Mann Whitney, sedangkan
untuk data numerik yaitu variabel usia, tinggi badan, berat badan, tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata, laju jantung,
dan laju nafas menggunakan Independent
T-test.
Tabel 1. Karakteristik pasien
dalam distribusi antara kedua kelompok
Variabel |
Kelompok Kontrol
(n=24) |
Kelompok Perlakuan
(n=24) |
P |
Pendidikan
(%) |
|||
a.
SD |
4
(16,6) |
2 (8,3) |
0,088** |
b.
SMP |
8
(33,3) |
4 (16,6) |
|
c.
SMA |
12
(50) |
15 (62,5) |
|
d.
Sarjana |
0 |
2 (8,3) |
|
Jenis kelamin (%) |
|||
a.
Pria |
15
(62,5) |
15
(62,5) |
1,000** |
b.
Wanita |
9
(37,5) |
9
(37,5) |
|
Status
Fisik/ASA (%) |
|||
a.
ASA
I |
19 (79,16) |
19
(79,16) |
1,000** |
b.
ASA
II |
5
(20,83) |
5
(20,83) |
|
Jenis
Operasi (%) |
|||
a.
SC |
7
(29,16) |
7
(29,16) |
0,064** |
b.
Litotripsi |
5
(20,8) |
1
(4,16) |
|
c.
TURP |
3
(12,5) |
|
|
d.
Herniotomi |
4
(16,6) |
6
(25) |
|
e.
App |
2
(8,3) |
|
|
f.
Histerektomi |
1
(4,16) |
|
|
g.
Hemoroid |
2
(8,3) |
|
|
h.
Kistektomi |
|
2
(8,3) |
|
i.
Varikokel |
|
7
(29,16) |
|
j.
Vesikolitiasis |
|
1
(4,16) |
|
Umur |
33,04
� 9,285 |
28,33
� 8,079 |
0,067* |
Tinggi
Badan (cm) |
162,63
� 3,104 |
161,83
� 3,102 |
0,381* |
Berat
Badan (kg) |
59,79
� 5,846 |
61,25
� 4,830 |
0,351* |
TDS
(mmHg) |
124,75
� 3,992 |
125,79
� 4,448 |
0,659* |
TDD
(mmHg) |
80,33
� 2,973 |
78,42
� 4,587 |
0,093* |
TAR
(mmHg) |
94,58 � 3,450 |
93,21
� 4,578 |
0,246* |
Laju
Jantung |
86,29 � 4,278 |
84,29
� 3,653 |
0,088* |
Laju
Nafas |
16,96 � 0,806 |
17,08
� 0,830 |
0,599* |
Sumber : Data Sekunder
*Independent
Samples T test
** Mann-Whitney Test
Hasil analisis statistik
menunjukan bahwa variabel usia, jenis kelamin, jenis operasi, pendidikan,
status fisik, tinggi badan, berat badan, tekanan darah sistolik, tekanan darah
diastolik, tekanan arteri rerata, laju jantung, dan laju nafas pada kedua
kelompok tidak berbeda bermakna (p>0.05), hal ini menunjukan bahwa subyek
yang diteliti adalah homogen sehingga layak untuk dibandingkan (Tabel 1)
Tabel 2. Uji perbandingan mula
blok sensorik kedua kelompok
Variabel |
Kelompok
Kontrol Mean �SD (n=24) |
Kelompok
Perlakuan Mean �SD (n=24) |
P |
Mula Blok Sensorik (menit) |
6,642 � 0,64 |
4,125 � 0,39 |
0,000** |
Sumber : Data Sekunder
**Mann-Whitney Test
Mula blok sensorik pada
kelompok perlakuan (4,125 � 0,39 menit) lebih cepat dibandingkan dengan
kelompok kontrol (6,642 � 0,64 menit). Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p<0,05 yang secara statistik
bermakna (Tabel 2).
Tabel 3. Uji perbandingan
level maksimal blok torakal kedua kelompok
Variabel |
Kelompok
Kontrol Mean �SD (n=24) |
Kelompok
Perlakuan Mean �SD (n=24) |
P |
Level Maksimal Blok Torakal (menit) |
8,25 � 0,532 |
6,71 � 0,624 |
0,000** |
Sumber
:
Data Sekunder
**Mann-Whitney Test
Pada kelompok perlakuan (6,71
� 0,624 (T6)) level maksimal blok torakal yang dicapai lebih tinggi dibanding
kelompok kontrol (8,25 � 0,532 (T8)). Dari hasil uji Mann Whitney menunjukan hasil yang bermakna (p<0,05) (Tabel 3).
Tabel 4. Uji perbandingan mula
blok motoric kedua kelompok
Variabel |
Kelompok
Kontrol Mean �SD (n=24) |
Kelompok
Perlakuan Mean �SD (n=24) |
P |
Mula Blok Motorik (menit) |
8,167 � 0,67 |
5,875 � 0,51 |
0,000** |
Sumber : Data Sekunder
**Mann-Whitney Test
Mula blok motorik pada kelompok perlakuan
(5,875 � 0,51 menit) lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol (8,167 �
0,67 menit). Hasil uji Mann Whitney didapatkan
nilai p<0,05 yang secara statistik bermakna (Tabel 4).
Tabel 5. Uji perbandingan lama blok
motorik
Variabel |
Kelompok
Kontrol Mean � SD (n=24) |
Kelompok
Perlakuan Mean � SD (n=24) |
P |
Lama Blok Motorik (menit) |
118,71 � 2,57 |
209,75 � 4,81 |
0,000** |
Sumber : Data Sekunder
**Mann-Whitney Test
Lama blok motorik kelompok
perlakuan (209,75 � 4,81 menit) lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol
(118,71 � 2,57 menit). Hasil uji Mann
Whitney didapatkan nila p<0,05 yang secara statistik bermakna (Tabel 5).
Tabel 6. Uji perbandingan lama
analgesia kedua kelompok
Variabel |
Kelompok
Kontrol Mean �SD (n=24) |
Kelompok
Perlakuan Mean �SD (n=24) |
P |
Lama Analgesia (menit) |
121,29 � 2,98 |
214,21 � 5,03 |
0,000** |
Sumber
:
Data Sekunder
**Mann-Whitney Test
Perbandingan lama analgesia
kedua kelompok menunjukan bahwa kelompok perlakuan (214,21 � 5,03) lebih lama
dibandingkan dengan kelompok kontrol (121,29 � 2,98). Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p<0,05
yang secara statistik bermakna (Tabel 6).
Tabel 7. Efek Samping yang
terjadi pada kedua kelompok
Variabel |
Kontrol
(%) (n=24) |
Perlakuan
(%) (n=24) |
Efek
Samping |
|
|
Tidak
ada |
21 (87,5) |
24 (100) |
Mual |
1 (4,16) |
0 |
Hipotensi |
1 (4,16) |
0 |
Menggigil |
1 (4,16) |
0 |
Sumber
:
Data Sekunder
**Mann-Whitney Test
Efek samping yang terjadi
ditemukan pada kelompok kontrol dimana jumlah pasien yang mengalami mual
sebanyak 1 orang (4,16%), hipotensi 1 orang (4,16%), menggigil 1 orang (4,16%)
dan sisanya tidak ditemukan adanya efek samping. Sementara untuk kelompok
perlakuan tidak ditemukan adanya efek samping (Tabel 7).
Pembahasan
Penelitian
ini dilakukan dengan membandingkan dua kempok sampel yaitu kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan yang telah menjalani operasi bedah elektif di RS
Bhayangkara. Dari uji statistik menunjukan bahwa karakteristik umum sampel
penelitian antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dilihat dari faktor
usia, jenis kelamin, pendidikan, jenis operasi, status fisik, tinggi badan,
berat badan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan aerteri
rerata, laju jantung, dan laju nafas tidak berbeda bermakna (p>0,05;Tabel 1) sehingga kedua kelompok tersebut layak untuk
dibandingkan.
Penghitungan lama blok motorik
pada kelompok perlakuan yaitu 209,75 � 4,81 menit dan kelompok kontrol 118,71 �
2,57 menit. Hasil uji Mann Whitney didapatkan
nila p<0,05 yang secara statistik bermakna (Tabel 4.5). Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna lama blok motorik antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dimana lama blok motorik kelompok
perlakuan lebih panjang dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-rawee pada tahun 2013. Dari penelitian
yang dilakukan tersebut didapatkan bahwa lama blok motorik pada kelompok pasien
yang mendapat tramadol dan bupivakain (185�48 menit) lebih lama dibandingkan
dengan kelompok pasien yang hanya mendapatkan bupivakain saja (153�47 menit).
Pada penelitian yang dilakukan
terhadap 48 sampel yang membandingkan lama analgesia pemberian bupivakain 0,5%
12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg dan bupivakain 0,5% 12,5 mg
hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,5 cc intratekal, didapatkan nilai lama
analgesia dengan nilai rata-rata � standar deviasi pada kelompok kontrol adalah
121,29 � 2,98 menit dan kelompok perlakuan 214,21 � 5,03 menit. Dari nilai tersebut
dapat dilihat bahwa lama analgesia pada kelompok perlakuan (214,21 � 5,03)
lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol (121,29 � 2,98). Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p<0,05
yang secara statistik bermakna (Tabel 6).
Dari hasil uji statistik yang dilakukan pada penelitian ini
menunjukan bahwa pemberian kombinasi bupivakain dan tramadol dapat memberikan
efek analgesia yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian bupivakain saja.
Walupun rentang dosis efektif tramadol intratekal hingga saat ini belum
diketahui, namun dalam penelitian ini menunjukan bahwa dengan pemberiann
bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg intratekal dapat
memperpanjang lama analgesia pasca operasi tanpa menimbulkan efek samping.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susmita dkk (2008)
yang menunjukan bahwa pemberian bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik ditambah
tramadol 20 mg intratekal secara signifikan memiliki lama analgesia pasca
operasi (380 � 11,82 menit)
yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian bupivakain hiperbarik intratekal
saja (210 � 10,12 menit) tanpa
menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, gatal, dan depresi sistem
pernafasan.
Demikian pada penelitian yang dilakukan oleh Tariq dkk
(2014) yang membandingkan lama analgesia antara pemberian tramadol ditambah
bupivakain intratekal dengan pemberian bupivakain intratekal saja pada pasien
yang menjalani bedah urologi. Dari penelitian yang dilakukan mendapatkan bahwa
perbandingan lama analgesia dari kelompok pasien yang menerima tramadol 20 mg
ditambah bupivakain 0,75% 2 ml hiperbarik intratekal (392 � 11,78 menit) lebih lama dibandingkan
dengan kelompok pasien yang mendapat bupivakain saja (216 � 12,18 menit)
tanpa menunjukan adanya efek samping yang signifikan.
Al-rawee (2013) menyimpulkan bahwa dengan menambhakan
tramadol 10-20 �g/kgBB pada bupivakain dapat meningkatkan lama analgesia
bupivakain dari 220 menit menjadi 510 menit tanpa menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan. Hal ini menunjukan bahwa pemberian bupivakain hiperbarik
ditambah tramadol secara intratekal dapat memberikan efek analgesia yang lebih
lama dibandingkan dengan pemberian bupivakain saja.
Tramadol merupakan obat sentral yang bekerja sebagai agonis
�-reseptor yang lemah, menghambat reuptake noradrenalin dan pelepasan
serotonin yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang.15
Selain memiliki efek sistemik, tramadol juga terbukti memiliki efek anestesi
lokal yang telah dibuktikan secara klinis dan laboratorium.2
Beberapa data menunjukan bahwa tramadol juga dapat menyebabkan pelepasan
neurotransmiter monoaminergik pada sistem syaraf pusat dan bekerja sebagai
agonis respeptor opioid sentral dan perifer.25
Penanganan nyeri dengan tehnik multimodal merupakan suatu
cara yang digunakan untuk meningkatkan efek analgesia dengan mengurangi jumlah
dosis serta menurunkan resiko terjadinya efek samping yang tidak diinginkan
dari pemberian obat secara tunggal dengan dosis tinggi. Oleh karena itu,
kombinasi tramadol dan bupivakain dapat digunakan sebagai terapi multimodal
karena telah terbukti dapat memberikan efek analgesia yang lebih lama dengan
rentan dosis yang masih aman tanpa menimbulkan adanya efek samping yang
signifikan.
Pada kelompok perlakuan tidak ditemukan adanya efek samping
(Tabel 4.7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susmita dkk
(2008) dimana dengan penambahan tramadol 20 mg pada bupivakain 0,5% 15 mg
hiperbarik tidak ditemukan adanya efek samping seperti gangguan hemodinamik
atau gangguan respirasi. Susmita dkk menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena
toleransi pasien terhadap obat yang diberikan baik. Efek samping yang terjadi
ditemukan pada kelompok kontrol dimana jumlah pasien yang mengalami mual
sebanyak 1 orang (4,16%), hipotensi 1 orang (4,16%), menggigil 1 orang (4,16%)
dan sisanya tidak ditemukan adanya efek samping.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lama hilangnya nyeri (analgesia)
kelompok bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg lebih lama
dibandingkan dengan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,5
cc dengan nilai p<0,05.
Saran
1. Tramadol
dapat digunakan sebagai adjuvant untuk
memperpanjang lama analgesia anestesi lokal.
2. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat memperoleh hasil yang lebih tepat
dan lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Apfelbaum JL., Chen C., Mehta SS., & Gan
TJ. Postoperatif pain experience: result
from a national survey suggest postoperatif continues to be undermanage.
Anesth Analg, 97(2):534-40. 2003
2.
Hartono,
R., Jaya, W., Basuki, D.R. Pengaruh
Pemberian Fentanyl 1μg/Kgbb Sebagai Ajuvan pada Bupivacaine 0,5%
Terhadap Onset Blok Motorik dan Sensorik Pasien yang Dilakukan Anestesi
Epidural. Malang
: Jurnal Anestesiologi Indonesia. Vol. V., No. 1.
2013
3. Ciani SD, Rossi M, Casati A, Cocco
C, Fanelli G. Spinal Anasthesia: an
everygreen technique. Acta Biomed. 9:9-17. 2008
4.
Bhattacharyya, R., Dutta, B. Postoperative Analgesia with Local
Anaesthetic and Opioid Combinations, Using Doubles Space CSE Technique. Indian
Journal of Naesthesia; 51(5) : 409-414. 2007
5.
Ashburn M.A., Caplan R.A. & Carr D.B. Practice guidelines for acute pain
management in the perioperative setting: an updated reported by the American
Society of Anesthesiologiest task force on acute pain management.
Anesthesiology, 100:1573-81. 2004
6. Faisal., Tanra, H., Ahmad, R.,
Bahar, B. Perbandingan Efek Kombinasi
Paracetamol-Ketamin dengan Paracetamol-Petidin sebagai Multimodal Analgesia
pada Pasca Bedah Seksio Sesarea. Makasar: Fakulas Kedokteran Universita
Hasanuddin
7. Sulistia G.G, et al. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007
8. Alam,
J., Oktaliansah, E., Boom, C.E. Perbandingan
Penambahan Neostigmin 2 mg/kgBB dengan Fentanil 1�g/kgBB dalam Bupivakain
0,125% sebagai Anestesi Kaudal terhadap Lama Analgesia. Jurnal Anestesi
Perioperatif;1(3):135-43. 2013
9. Dewoto HR. 2008. Analgesik Opioid dan Antagonis. In:
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. 2008
10. Kalant
H, Grant DM, Mitchell J. Principle of
Medical Farmacology. 7th ed. Canada :
Elsevier. 2006
11. Susmita C, Jayanta C, Dipasri B. Intrathecal Tramadol Added to Bupivacaine as
Spinal Anesthetic Increases Analgesic Effect of The Spinal Blockade After Major
Gynecological Surgeries 2008.
12. Goodman & Gilman. Manual FarmakologidanTerapi. Jakarta:
EGC. 2011