COMPARISON THE DURATION OF ANALGESIA HYPERBARIC BUPIVACAINE + TRAMADOL WITH HYPERBARIC BUPIVACAINE + NACL IN PATIENTS UNDERGOING SURGERY WITH SPINAL ANESTHESIA

 

Siti Sovia Yuliana, Erwin Kresnoadi, Rika Hastuti Setyorini

Medical Faculty of Mataram University

Corespondent author : dr­_erwin_k@yahoo.com

 

Abstract

 

Background : Post-operative pain is one of the main factors that can affect the healing process and recovery of the patient. Various regional anesthetic tehnic had been developed to facilitating the surgery such as spinal anesthesia. Multimodal approach in spinal anesthesia were one method that is currently widely used to treat post-operative pain. The addition of local anesthetic with opioid drug that known as multimodal therapy can provide the promising result. In this study, the drugs used are bupivacaine and tramadol and aims to determine the effectiveness the addition of tramadol to bupivacaine hyperbaric intrathecal in prolonging the duration of post-operative analgesia.

Method : This study used analytical descriptive with secondary data sources. Fourthy eight ASA I-II patients were divided into 2 groups of 24 patients each. Group A (Treatment) received 0.5% bupivacaine 12,5 mg hyperbaric plus 25 mg tramadol and group B (Control) received  0,5% bupivacaine 12,5 mg hyperbaric plus 0,9% NaCl 0,5 cc by intrathecal route. Duration of analgesia was estimated from the spinal adminitered of the drugs until the regression of two segments achieved. Statistical analysis using independent t-test and mann whitney test.

Result : The results of this study get the duration of analgesia of treatment group was longer than the control group which found to be extremely significant.

Conclusion : This study has demonstrated that the duration of analgesia between 0,5% bupivacaine 12,5 mg hyperbaric plus 25 mg tramadol intrathecal was longer than 0,5% bupivakain 12,5 mg hyperbaric with 0,9% Nacl 0,5 cc intrathecal.

Key words : spinal anesthesia, bupivacaine hyperbaric, tramadol, analgesia, post-operative

 

Abstrak

 

Latar belakang : Nyeri pasca operasi merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan dan pemulihan pasien. Berbagai tehnik anestesi regional telah dikembangkan untuk memfasilitasi tindakan operasi seperti anestesi spinal. Pendekatan multimodal pada anestesi spinal merupakan salah satu cara yang saat ini banyak digunakan untuk mengatasi nyeri pasca operasi. Penambahan obat anestesi lokal dengan obat golongan opioid sebagai terapi multimodal dapat memberikan hasil yang menjanjikan. Pada penelitian ini obat yang digunakan adalah bupivakain dan tramadol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penambahan tramadol pada bupivakain hiperbarik secara intratekal untuk memperpanjang lama analgesia pasca operasi.

Metode : Penelitian ini bersifat analitik deskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder. Penelitian dilakukan terhadap empat puluh delapan pasien dengan status fisik ASA I-II yang terbagi ke dalam 2 kelompok. Kelompok A (perlakuan) mendapat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg intratekal dan kelompok B (kontrol) mendapat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,5 cc intratekal. Penliaian efek analgesia dilakukan sampai terjadinya regresi 2 segmen dicapai. Analisis statistik menggunakan independent t-test dan mann whitney test.

Hasil : Hasil penelitian ini mendapatkan lama analgesia kelompok perlakuan lebih panjang dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan perbedaan bermakna.

Simpulan : Lama analgesia bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg intratekal lebih lama dibandingkan dengan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,5 cc intratekal.

Kata kunci : Anestesi spinal, bupivakain hiperbarik, tramadol, analgesia, pasca operasi

 

 

 

 

 

 

 

 


PENDAHULUAN

Nyeri pasca operasi merupakan permasalahan yang paling sering dialami oleh pasien yang sudah  melaksanakan prosedur operasi. Setiap operasi akan mengakibatkan rasa nyeri akibat adanya  kerusakan jaringan karena operasi tersebut. Nyeri yang ditimbulkan pasca operasi dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan dan pemulihan tubuh pasien.1 Nyeri merupakan salah satu efek dari operasi yang dapat diantisipasi dan ditangani baik sebelum operasi, intraoperasi maupun pascaoperasi.2 Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi adalah dengan memberikan obat analgesia sebagai anestesi regional.

Berbagai teknik anestesi telah banyak dikembangkan untuk memfasilitasi tindakan operasi. Akhir-akhir ini pemakaian anestesi regional untuk prosedur operasi sudah sangat berkembang dan meluas. Teknik anestesi regional yang banyak digunakan adalah anestesi spinal. Anestesi spinal termasuk teknik yang mudah dilakukan untuk mendapatkan kedalaman dan kecepatan blokade saraf dengan cara memasukan dosis kecil larutan anestesi lokal ke dalam ruangan subaraknoid sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris, dan otonom yang bersifat reversibel.3 Keuntungan dari teknik ini adalah biaya relatif lebih murah, efek sistemik relatif kecil, efek analgesia yang adekuat, insidensi efek samping lebih rendah, hasil operasi lebih baik, dan tingkat kepuasan pasien lebih tinggi.4 Penyuntikan obat anestesi lokal biasanya dilakukan di daerah lumbal pada tingkat L3 - L4 atau L4 - L5, bisa dengan posisi duduk ataupun miring.4 Teknik anestesi regional dan lokal yang ideal sangat penting untuk mendapatkan hasil memuaskan dan aman.

Pendekatan multimodal pada anastesi spinal merupakan salah satu tehnik dari armamentarium anestesi, yang dapat digunakan sebagai suatu teknik untuk melakukan prosedur bedah dan mengatasi nyeri pasca operasi.4 The American Society of Anesthesiology Task Force on Acute Pain Management dan The Agency for Health Care research and Quality menganjurkan penggunaan pendekatan multimodal untuk mengatasi nyeri akut.5 Penelitian berkelanjutan masih terus dilakukan untuk mendapatkan obat analgesia yang ideal, dimana dari penelitian tersebut diharapkan adanya obat atau kombinasi obat yang mempunyai efek analgesia kuat dengan efikasi tinggi dan efek samping minimal.6

Obat anastesi lokal merupakan obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal dengan dosis yang cukup. Salah satu contoh obat anestesi lokal yang biasa digunakan adalah bupivakain. Bupivakain merupakan obat anestesi lokal golongan amida dengan rumus kimia 2-piperidine karbonamida, 1 butyl (2,6- dimethilfenil) monoklorida. Bupivakain merupakan obat anestesi lokal yang mempunyai durasi kerja panjang, dengan efek blokade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini, bupivakain lebih populer digunakan untuk memperpanjang analgesia pasca persalinan dan pasca pembedahan.7

Durasi kerja bupivakain dapat bertahan selama 90-120 menit. Oleh karena durasi kerja yang panjang, maka sangat mungkin menggunakan obat anestesi lokal ini dengan teknik satu kali suntik. Bupivakain menjadi pilihan karena mula kerja dan masa pulih anestesi yang cepat, relatif mudah, dan kualitas blokade sensorik dan motorik yang baik.8 Pemakaian bupivakain dapat menimbulkan komplikasi sistemik karena penekanan pada syaraf simpatis, sehingga dosis  pemberian obat tidak boleh digunakan secara berlebihan. Dosis maksimal bupivakain yang aman adalah 2,5-4 mg/kgBB. Pemberian bupivakain sebagai obat tunggal dengan dosis tinggi dapat memberikan efek analgesia yang lebih memuaskan, namun dapat menimbulkan efek samping seperti hipotensi dan depresi pernapasan. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan dengan memberikan kombinasi dua obat dengan dosis yang lebih rendah yang dapat memberikan hasil yang lebih baik yaitu memperpanjang durasi kerja dengan efek samping lebih rendah.8 Kombinasi obat anastesi lokal dosis rendah dengan obat analgesia golongan opioid menawarkan dimensi baru untuk mengatasi nyeri pasca operasi.4

Obat golongan opioid merupakan adjuvant yang sering digunakan saat ini.2 Salah satu obat golongan opioid yang dapat digunakan untuk meningkatkan efek analgesia dari bupivakain adalah tramadol.4 Tramadol merupakan obat golongan opioid sentral yang bekerja sebagai agonis lemah pada µ-reseptor yang dapat memberikan efek analgesia melalui berbagai mekanisme yang berbeda, yaitu berikatan lemah dengan reseptor µ agonis, menghambat reuptake serotonin, serta memiliki efek anastesi lokal terhadap saraf perifer.9 Tramadol dipilih karena selain memiliki efek analgesia sentral yang kuat juga memiliki efek analgesia perifer yang kuat. Tramadol secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit untuk  nyeri ringan sampai sedang.10 Selain dari berbagai mekanisme kerja yang dimiliki oleh tramadol, tramadol juga dipilih karena memiliki risiko yang lebih rendah untuk terjadinya depresi pada sistem pernafasan sebagaimana yang sering terjadi pada obat golongan opioid lainya.4

Penelitian serupa sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Susmita Chakraborty. Pada penelitian yang dilakukan oleh Susmita Chakraborty menunjukan bahwa penambahan tramadol 20 mg sebagai adjuvant obat analgesia dapat memperpanjang efek analgesia dari bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik.

Dalam penelitian ini dosis tramadol yang dipilih adalah 25 mg. Dosis ini dipilih dengan mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan oleh susmita pada tahun 2008, yaitu dengan pemberian tramadol 20 mg sebagai adjuvant dapat memperpanjang efek analgesia bupivakain dengan efek samping minimal.11 Selain itu, dosis yang digunakan masih dalam rentan dosis yang aman dimana dosis maksimal untuk pemberian tramadol adalah 400 mg/hari.12 Selain dilihat dari keefektifan dan keamanan, dosis ini dipilih karena dari penelitian sebelumnya belum ada yang pernah melakukan penelitian serupa dengan menggunkan dosis tramadol 25 mg.

Dengan latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui perbandingan efek analgesia antara pasien yang mendapatkan obat analgesia multimodal dengan pasien yang hanya mendapatkan obat tunggal sebagai analgesia.

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat analitik deskriptif. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari rekam medik pasien di Rumah Sakit Bayangkara. Populasi penelitian adalah pasien yang akan menjalani proses operasi atau pembedahan dengan menggunakan spinal anastesi di Rumah Sakit Bhayangkara. Sampel penelitian adalah psien yang menjalani operasi dengan anestesi spinal di Rumah Sakit Bhayangkara yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara quota sampling. Quota sampling. Kriteria inklusi penelitian meliputi : 1) Pasien yang menjalani tindakan operasi elektif dengan spinal anastesi, 2) Status fisik ASA I-II, 3) Umur pasien antara 18-65 tahun, 4) Berat badan 50-70 kg, 5) Tinggi badan 150-175 cm, 6) Lama operasi kurang dari 2 jam, 7) Menyetujui informed consent. Besar sampel dihitung dengan rumus tingkat kesalahan, sehingga didapatkan besar sampel pada penelitian ini 48 pasien yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan  berjumlah 24 pasien dan kelompok kontrol berjumlah 24 pasien. Kelompok perlakuan yaitu pasien yang mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg  hiperbarik ditambah tramadol 25 mg intratekal, sedangkan kelompok kontrol yaitu pasien yang mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg  hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,5 cc intratekal.

 

 

 

 

 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian pada 48 pasien laki-laki dan perempuan yang menjalani operasi bedah elektif di RS Bhayangkara. Pasien dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu kelompok A (perlakuan) sebanyak 24 pasien yang mendapat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg intratekal, dan kelompok B (kontrol) sebanyak 24 pasien yang mendapat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,5 cc intratekal.

Data yang didapat dari kedua kelompok kemudian dilakukan uji statistik. Untuk data nominal yang meliputi variabel tingkat pendidikan, jenis kelamin, jenis operasi, dan status fisik  dengan menggunakan uji Mann Whitney, sedangkan untuk data numerik yaitu variabel usia, tinggi badan, berat badan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata, laju jantung, dan laju nafas menggunakan Independent T-test.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tabel 1. Karakteristik pasien dalam distribusi antara kedua kelompok

Variabel

Kelompok Kontrol (n=24)

Kelompok Perlakuan (n=24)

P

Pendidikan (%)

a.     SD

4 (16,6)

2 (8,3)

 

0,088**

b.     SMP

8 (33,3)

4 (16,6)

c.     SMA

12 (50)

15 (62,5)

d.     Sarjana

0

2 (8,3)

Jenis kelamin (%)

a.     Pria

15 (62,5)

15 (62,5)

1,000**

b.     Wanita

9 (37,5)

9 (37,5)

Status Fisik/ASA (%)

a.     ASA I

19 (79,16)

19 (79,16)

1,000**

b.     ASA II

5 (20,83)

5 (20,83)

Jenis Operasi (%)

a.     SC

7 (29,16)

7 (29,16)

 

 

 

 

0,064**

b.     Litotripsi

5 (20,8)

1 (4,16)

c.     TURP

3 (12,5)

 

d.     Herniotomi

4 (16,6)

6 (25)

e.     App

2 (8,3)

 

f.      Histerektomi

1 (4,16)

 

g.     Hemoroid

2 (8,3)

 

h.     Kistektomi

 

2 (8,3)

i.      Varikokel

 

7 (29,16)

j.      Vesikolitiasis

 

1 (4,16)

Umur

33,04 ± 9,285

28,33 ± 8,079

0,067*

Tinggi Badan (cm)

162,63 ± 3,104

161,83 ± 3,102

0,381*

Berat Badan (kg)

59,79 ± 5,846

61,25 ± 4,830

0,351*

TDS (mmHg)

124,75 ± 3,992

125,79 ± 4,448

0,659*

TDD (mmHg)

80,33 ± 2,973

78,42 ± 4,587

0,093*

TAR (mmHg)

94,58 ± 3,450

93,21 ± 4,578

0,246*

Laju Jantung

86,29 ± 4,278

84,29 ± 3,653

0,088*

Laju Nafas

16,96 ± 0,806

17,08 ± 0,830

0,599*


Sumber : Data Sekunder

*Independent Samples T test

** Mann-Whitney Test


Hasil analisis statistik menunjukan bahwa variabel usia, jenis kelamin, jenis operasi, pendidikan, status fisik, tinggi badan, berat badan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata, laju jantung, dan laju nafas pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p>0.05), hal ini menunjukan bahwa subyek yang diteliti adalah homogen sehingga layak untuk dibandingkan (Tabel 1)

 


 

Tabel 2. Uji perbandingan mula blok sensorik kedua kelompok

Variabel

Kelompok Kontrol Mean ±SD (n=24)

Kelompok Perlakuan Mean ±SD (n=24)

P

Mula Blok Sensorik (menit)

6,642 ± 0,64

4,125 ± 0,39

0,000**

Sumber : Data Sekunder

**Mann-Whitney Test


Mula blok sensorik pada kelompok perlakuan (4,125 ± 0,39 menit) lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol (6,642 ± 0,64 menit). Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p<0,05 yang secara statistik bermakna (Tabel 2).

 


 

Tabel 3. Uji perbandingan level maksimal blok torakal kedua kelompok

Variabel

Kelompok Kontrol Mean ±SD (n=24)

Kelompok Perlakuan Mean ±SD (n=24)

P

Level Maksimal Blok Torakal (menit)

8,25 ± 0,532

6,71 ± 0,624

0,000**

Sumber : Data Sekunder

**Mann-Whitney Test


Pada kelompok perlakuan (6,71 ± 0,624 (T6)) level maksimal blok torakal yang dicapai lebih tinggi dibanding kelompok kontrol (8,25 ± 0,532 (T8)). Dari hasil uji Mann Whitney menunjukan hasil yang bermakna (p<0,05) (Tabel 3).

 


 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 4. Uji perbandingan mula blok motoric kedua kelompok

Variabel

Kelompok Kontrol Mean ±SD (n=24)

Kelompok Perlakuan Mean ±SD (n=24)

P

Mula Blok Motorik (menit)

8,167 ± 0,67

5,875 ± 0,51

0,000**

Sumber : Data Sekunder

**Mann-Whitney Test


Mula blok motorik pada kelompok perlakuan (5,875 ± 0,51 menit) lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol (8,167 ± 0,67 menit). Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p<0,05 yang secara statistik bermakna (Tabel 4).


Tabel 5. Uji perbandingan lama blok motorik

Variabel

Kelompok Kontrol Mean ± SD (n=24)

Kelompok Perlakuan Mean ± SD (n=24)

P

Lama Blok Motorik (menit)

118,71 ± 2,57

209,75 ± 4,81

0,000**

Sumber : Data Sekunder

**Mann-Whitney Test


Lama blok motorik kelompok perlakuan (209,75 ± 4,81 menit) lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol (118,71 ± 2,57 menit). Hasil uji Mann Whitney didapatkan nila p<0,05 yang secara statistik bermakna (Tabel 5).

 


Tabel 6. Uji perbandingan lama analgesia kedua kelompok

Variabel

Kelompok Kontrol Mean ±SD (n=24)

Kelompok Perlakuan Mean ±SD (n=24)

P

Lama Analgesia (menit)

121,29 ± 2,98

214,21 ± 5,03

0,000**

Sumber : Data Sekunder

**Mann-Whitney Test


Perbandingan lama analgesia kedua kelompok menunjukan bahwa kelompok perlakuan (214,21 ± 5,03) lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol (121,29 ± 2,98). Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p<0,05 yang secara statistik bermakna (Tabel 6).

 


 

 

 

 

 

 

 

Tabel 7. Efek Samping yang terjadi pada kedua kelompok

Variabel

Kontrol (%) (n=24)

Perlakuan (%) (n=24)

Efek Samping

 

 

Tidak ada

21 (87,5)

24 (100)

Mual

1 (4,16)

0

Hipotensi

1 (4,16)

0

Menggigil

1 (4,16)

0

Sumber : Data Sekunder

**Mann-Whitney Test


Efek samping yang terjadi ditemukan pada kelompok kontrol dimana jumlah pasien yang mengalami mual sebanyak 1 orang (4,16%), hipotensi 1 orang (4,16%), menggigil 1 orang (4,16%) dan sisanya tidak ditemukan adanya efek samping. Sementara untuk kelompok perlakuan tidak ditemukan adanya efek samping (Tabel 7).

 

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dua kempok sampel yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang telah menjalani operasi bedah elektif di RS Bhayangkara. Dari uji statistik menunjukan bahwa karakteristik umum sampel penelitian antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dilihat dari faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, jenis operasi, status fisik, tinggi badan, berat badan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan aerteri rerata, laju jantung, dan laju nafas tidak berbeda bermakna (p>0,05;Tabel 1) sehingga kedua kelompok tersebut layak untuk dibandingkan.

Penghitungan lama blok motorik pada kelompok perlakuan yaitu 209,75 ± 4,81 menit dan kelompok kontrol 118,71 ± 2,57 menit. Hasil uji Mann Whitney didapatkan nila p<0,05 yang secara statistik bermakna (Tabel 4.5). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna lama blok motorik antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dimana lama blok motorik kelompok perlakuan lebih panjang dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-rawee pada tahun 2013. Dari penelitian yang dilakukan tersebut didapatkan bahwa lama blok motorik pada kelompok pasien yang mendapat tramadol dan bupivakain (185±48 menit) lebih lama dibandingkan dengan kelompok pasien yang hanya mendapatkan bupivakain saja (153±47 menit).

Pada penelitian yang dilakukan terhadap 48 sampel yang membandingkan lama analgesia pemberian bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg dan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,5 cc intratekal, didapatkan nilai lama analgesia dengan nilai rata-rata ± standar deviasi pada kelompok kontrol adalah 121,29 ± 2,98 menit dan kelompok perlakuan 214,21 ± 5,03 menit. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa lama analgesia pada kelompok perlakuan (214,21 ± 5,03) lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol (121,29 ± 2,98). Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p<0,05 yang secara statistik bermakna (Tabel 6).

Dari hasil uji statistik yang dilakukan pada penelitian ini menunjukan bahwa pemberian kombinasi bupivakain dan tramadol dapat memberikan efek analgesia yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian bupivakain saja. Walupun rentang dosis efektif tramadol intratekal hingga saat ini belum diketahui, namun dalam penelitian ini menunjukan bahwa dengan pemberiann bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg intratekal dapat memperpanjang lama analgesia pasca operasi tanpa menimbulkan efek samping. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susmita dkk (2008) yang menunjukan bahwa pemberian bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik ditambah tramadol 20 mg intratekal secara signifikan memiliki lama analgesia pasca operasi (380 ± 11,82 menit) yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian bupivakain hiperbarik intratekal saja (210 ± 10,12 menit) tanpa menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, gatal, dan depresi sistem pernafasan.

Demikian pada penelitian yang dilakukan oleh Tariq dkk (2014) yang membandingkan lama analgesia antara pemberian tramadol ditambah bupivakain intratekal dengan pemberian bupivakain intratekal saja pada pasien yang menjalani bedah urologi. Dari penelitian yang dilakukan mendapatkan bahwa perbandingan lama analgesia dari kelompok pasien yang menerima tramadol 20 mg ditambah bupivakain 0,75% 2 ml hiperbarik intratekal (392 ± 11,78 menit) lebih lama dibandingkan dengan kelompok pasien yang mendapat bupivakain saja (216 ± 12,18 menit) tanpa menunjukan adanya efek samping yang signifikan.

Al-rawee (2013) menyimpulkan bahwa dengan menambhakan tramadol 10-20 µg/kgBB pada bupivakain dapat meningkatkan lama analgesia bupivakain dari 220 menit menjadi 510 menit tanpa menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Hal ini menunjukan bahwa pemberian bupivakain hiperbarik ditambah tramadol secara intratekal dapat memberikan efek analgesia yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian bupivakain saja.

Tramadol merupakan obat sentral yang bekerja sebagai agonis µ-reseptor yang lemah, menghambat reuptake noradrenalin dan pelepasan serotonin yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang.15 Selain memiliki efek sistemik, tramadol juga terbukti memiliki efek anestesi lokal yang telah dibuktikan secara klinis dan laboratorium.2 Beberapa data menunjukan bahwa tramadol juga dapat menyebabkan pelepasan neurotransmiter monoaminergik pada sistem syaraf pusat dan bekerja sebagai agonis respeptor opioid sentral dan perifer.25

Penanganan nyeri dengan tehnik multimodal merupakan suatu cara yang digunakan untuk meningkatkan efek analgesia dengan mengurangi jumlah dosis serta menurunkan resiko terjadinya efek samping yang tidak diinginkan dari pemberian obat secara tunggal dengan dosis tinggi. Oleh karena itu, kombinasi tramadol dan bupivakain dapat digunakan sebagai terapi multimodal karena telah terbukti dapat memberikan efek analgesia yang lebih lama dengan rentan dosis yang masih aman tanpa menimbulkan adanya efek samping yang signifikan.

Pada kelompok perlakuan tidak ditemukan adanya efek samping (Tabel 4.7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susmita dkk (2008) dimana dengan penambahan tramadol 20 mg pada bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik tidak ditemukan adanya efek samping seperti gangguan hemodinamik atau gangguan respirasi. Susmita dkk menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena toleransi pasien terhadap obat yang diberikan baik. Efek samping yang terjadi ditemukan pada kelompok kontrol dimana jumlah pasien yang mengalami mual sebanyak 1 orang (4,16%), hipotensi 1 orang (4,16%), menggigil 1 orang (4,16%) dan sisanya tidak ditemukan adanya efek samping.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Lama hilangnya nyeri (analgesia) kelompok bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah tramadol 25 mg lebih lama dibandingkan dengan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,5 cc dengan nilai p<0,05.

 

Saran

1.      Tramadol dapat digunakan sebagai adjuvant untuk memperpanjang lama analgesia anestesi lokal.

2.      Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat memperoleh hasil yang lebih tepat dan lebih baik.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.     Apfelbaum JL., Chen C., Mehta SS., & Gan TJ. Postoperatif pain experience: result from a national survey suggest postoperatif continues to be undermanage. Anesth Analg, 97(2):534-40. 2003

2.     Hartono, R., Jaya, W., Basuki, D.R. Pengaruh Pemberian Fentanyl 1μg/Kgbb Sebagai Ajuvan pada Bupivacaine 0,5% Terhadap Onset Blok Motorik dan Sensorik Pasien yang Dilakukan Anestesi Epidural. Malang : Jurnal Anestesiologi Indonesia. Vol. V., No. 1. 2013

3.     Ciani SD, Rossi M, Casati A, Cocco C, Fanelli G. Spinal Anasthesia: an everygreen technique. Acta Biomed. 9:9-17. 2008

4.     Bhattacharyya, R., Dutta, B. Postoperative Analgesia with Local Anaesthetic and Opioid Combinations, Using Doubles Space CSE Technique. Indian Journal of Naesthesia; 51(5) : 409-414. 2007

5.     Ashburn M.A., Caplan R.A. & Carr D.B. Practice guidelines for acute pain management in the perioperative setting: an updated reported by the American Society of Anesthesiologiest task force on acute pain management. Anesthesiology, 100:1573-81. 2004

6.     Faisal., Tanra, H., Ahmad, R., Bahar, B. Perbandingan Efek Kombinasi Paracetamol-Ketamin dengan Paracetamol-Petidin sebagai Multimodal Analgesia pada Pasca Bedah Seksio Sesarea. Makasar: Fakulas Kedokteran Universita Hasanuddin

7.     Sulistia G.G, et al. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007

8.     Alam, J., Oktaliansah, E., Boom, C.E. Perbandingan Penambahan Neostigmin 2 mg/kgBB dengan Fentanil 1µg/kgBB dalam Bupivakain 0,125% sebagai Anestesi Kaudal terhadap Lama Analgesia. Jurnal Anestesi Perioperatif;1(3):135-43. 2013

9.     Dewoto HR. 2008. Analgesik Opioid dan Antagonis. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. 2008

10.  Kalant H, Grant DM, Mitchell J. Principle of Medical Farmacology. 7th ed. Canada : Elsevier. 2006

11.  Susmita C, Jayanta C, Dipasri B. Intrathecal Tramadol Added to Bupivacaine as Spinal Anesthetic Increases Analgesic Effect of The Spinal Blockade After Major Gynecological Surgeries 2008.

12.  Goodman & Gilman. Manual FarmakologidanTerapi. Jakarta: EGC. 2011