COMPARISON LENGTH OF ANALGESIA HYPERBARIC BUPIVACAINE + MIDAZOLAM INTRATHECAL WITH HYPERBARIC BUPIVACAINE + NaCl INTRATHECAL IN PATIENTS UNDERGOINGSURGERY WITH SPINAL ANESTHESIA

Yuyun Puspitarini, Erwin Kresnoadi, Lina Nurbaiti

Faculty of Medicine, Mataram University

Corespondent author: dr_erwin_k@yahoo.com

Abstract

Background: Pain is physiological effects that occur at each postoperative. Bupivacaine drug delivery 12.5 mg of 0.5% hyperbaric by intrathecal spinal anesthesia can be used to improve the multi-modal analgesia on postoperative patients.

Objective: This study aims to determine the effectiveness the addition of nidazolam to bupivacaine hyperbaric intrathecal in prolonging the duration of patient operative analgesia

Methods: The study used analytic describtive using a source of secondary data on forty eight patients were misclassified into 2 groups: treatment group (A) given Bupivacaine 0.5% 12.5 mg of intrathecal hyperbaric added Midazolam 1 mg and the control group (B) 0.5% hyperbaric bupivacaine intrathecal 12,5mg extra NaCl 0.9% 1 cc. Then compered the first block of the motor, the level of analgesia, early sensory block, the maximum level thoracic old motor block, and side effects that appear in the control and treatment groups.

Results: The results of this study get the duration of effect analgesia in group treatment is longer (223,83±3,40 minutes) than in control group (120,46±2,86)

Conclusions: The addition of 1mg of intrathecal midazolam to bupivacaine 0.5% 12.5 mg hyperbaric prolongs the duration of analgesia time in patients surgery with spinal anesthesia (223,83±3,40 minutes) vs (120,46±2,86).

Keywords: Midazolam, bupivacaine, intrathecal, duration of analgesia, hyperbaric.

 

 

 

Perbandingan Lama Analgesia Bupivakain Hiperbarik + Intratekal dengan Bupivakain Hiperbarik Intratekal + NaCl pada Pasien Pasca Operasi.

 

Yuyun Puspitarini, Erwin Kresnoadi, Lina Nurbaiti

Faculty of Medicine, Mataram University

Corespondent author: dr_erwin_k@yahoo.com

 

Abstrak


Latar Belakang : Nyeri merupakan efek fisiologis yang dapat terjadi pada setiap pasien pasca operasi. Pemberian obat Bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik secara intratekal  pada anestesi spinal dapat dijadikan multi modal untuk meningkatkan efek analgesia pada pasien pasca operasi.

Tujuan :  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penambahan midazolam untuk bupivakain intratekal hiperbarik dalam memperpanjang durasi analgesia pada pasien operasi. 

Metode : Penelitian menggunakan analitik deskriptif dengan mengambil sumber dari data skunder pada empat puluh delapan pasien yang terkelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan (A) yang diberikan Bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik intratekal ditambahkan Midazolam 1 mg dan kelompok control (B) Bupivakain 0,5% 12,5mg hiperbarik intratekal ditambahn NaCl 0,9% 1 cc. Kemudian dibandingkan mula blok sensorik, level maksimal torakal, lama blok motorik, dan efek samping yang muncul pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

Hasil  : Pada penelitian ini menunjukan terdapat peningkatan efek dari lama analgesia pada kelompok


 perlakuan lebih lama (223,83±3,40) dari pada kelompok kontrol (120,46±2,86). 

Kesimpulan : Penambahan midazolam 1mg intratekal pada  bupivakain 0,5 % 12,5 mg hiperbarik dapat memberikan lama analgesia yang lebih lama pada pasien yang menjalani operasi dengan anestesi spinal (223,83±3,40 minutes) dibandingkan (120,46±2,86)

Kata Kunci : Midazolam,bupivakain, intratekal, lama analgesia, hiperbarik.

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Pendahuluan


Nyeri merupakan salah satu  dari efek tindakan operasi yang selalu terjadi. Cara yang banyak digunakan untuk menanggulangi nyeri akut dan nyeri kronis yaitu dengan menggunakan multi modal analgesia yang merupakan suatu step ladder dari obat anti nyeri yang digunakan berdasarkan tingkatan nyerinya.1 Penanganan nyeri pasca bedah dengan upaya mencegah stimulus noksius dan jalur nosisepsi pada susunan saraf pusat (SSP) akibat yang ditimbulkan oleh pembedahan.2  Berbagai teknik anestesi telah dikembangkan secara meluas untuk penggunaan anastesi regional pada prosedur pembedahan saat ini.

 Anestesi spinal adalah analgesia regional dengan menghambat sel saraf didalam ruang subaraknoid oleh obat anestetik lokal. Menurut Ciani dan kawan-kawan teknik ini sangat terkenal karna dianggap sederhana dan efektif, aman terhadap sistem saraf, dan konsentrasi obat dalam plasma yang tidak berbahaya.3Teknik anastesi regional yang paling sering digunakan adalah anastesi spinal. Anastesi spinal termasuk teknik yang mudah dilakukan untuk mendapatkan  kedalaman dan kecepatan blokade saraf.3 Selain memiliki keuntungan dapat mempertahankan kesadaran pasien, efek sistemik juga relatif kecil, dan secara ekonomi juga lebih terjangkau.4

Teknik anestesi regional dan lokal yang ideal sangat penting untuk mendapatkan hasil yang aman dan memuaskan.5 Penggunaan anestesi spinal semakin banyak digunakan karena memiliki nula kerja cepat, anestesi dan blokade motorik kuat, dan penggunaan jarum yang lebih kecil.4 Anestesi spinal disebut juga SAB (Sub-Arachnoid Block) merupakan suatu tindakan memasukkan obat anestesi lokal dalam jumlah tertentu kedalam ruangan subaraknoid untuk menghasilkan blok saraf sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris, dan otonom yang bersifat tidak menetap. Penyuntikan obat anestesi lokal biasanya dilakukan di daerah lumbal pada tingkat L3 – L4 atau L4 – L5, biasanya dilakukan dengan posisi duduk ataupun miring.6

Anestesi spinal menghasilkan blokade saraf yang bersifat reversible pada radiks anterior dan posterior, ganglion posterior, dan sebagian medulla spinalis yang akan menyebabkan hilangnya otonom, sensorik, dan motorik.4 Salah satu obat anestesi lokal yang biasa digunakan adalah bupivakain. Bupivakain merupakan obat anestesi lokal golongan amida dengan rumus kimianya 2-piperidine karbonamida, 1 butyl (2,6- dimethilfenil) monoklorida. Struktur ini mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl piperidin. Bupivakain merupakan obat anestesi lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blokade terhadap sensorik lebih besar dari pada motorik. Durasi kerja bupivakaindapat bertahan selama 90-120 menit. Oleh karena lama kerja yang panjang, maka sangat mungkin menggunakan obat anestesi lokal ini dengan teknik satu kali suntikan.

Bupivakain menjadi pilihan karena mula kerja dan masa pulih anestesi yang cepat, relative mudah, dan kualitas blokade sensorik dan motorik yang baik.7 Komplikasi sistemik yang terjadi karena penekanan simpatis tetap menjadi sebuah resiko tersendiri, sehingga dosis obatnya harus diturunkan. Untuk mengoptimalkan penggunaannya sebagai anestesi dan untuk mengurangi efek sampingnya, obat ini biasanya dikombinasikan dengan obat lain. 8

Beberapa macam obat dapat digunakan sebagai tambahan (adjuvant) sebagai obat anestesi lokal untuk meningkatkan efek analgesia bupivakain, contohnya obat golongan benzodiazepin seperti midazolam. Dalam penelitian ini obat yang dipilih sebagai adjuvant untuk meningkatkan efek analgesik dari bupivakain adalah midazolam.

Midazolam merupakan derivat dari benzodiazepine yang larut dalam air. Midazolam juga merupakan obat yang sering digunakan untuk mendapatkan efek sedasi pra operasi dan memiliki efek hypnosis, ansiolitik, dan amnesia. Sejak awal tahun 1980 midazolam telah digunakan untuk tindakan melalui rute intratekal.9 Pemberian midazolam intratekal memberikan efek anti nyeri dan memperlama efek dari anestesi lokal.10 Pada penelitian yang dilakukan oleh Saswata dan Dinesh telah terbukti peranannya saat dilakukan pemberian 5 mg midazolam secara intratekal dapat meningkatkan durasi analgesia pasca operasi.9

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penambahan midazolam 1 mg intratekal untuk memperpanjang lama analgesia bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik pada pasien operasi, Mengetahui lama analgesia pasien yang mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah midazolam 1 mg intratekal sebagai adjuvant, mengetahui lama analgesia pasien yang mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 1cc intratekal, dan membandingkan lama analgesia penderita yang mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah midazolam 1 mg intratekal dengan yang mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 1cc intratekal pada pasien pasca operasi. Dari hal diatas rumusan masalah yang diambil pada penelitian ini yaitu Apakah terdapat perbedaan lama analgesia setelah pemberian bupivakaian 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah midazolam 1 mg intratekal dengan bupivakaian 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 1cc intratekal pada pasien pasca operasi ?

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik deskriptif. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari data rekam medik pasien di Rumah Sakit Bhayangkara. Data yang di ambil berupa tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diastolik (TDD), tekanan arteri rerata (TAR), laju nafas, dan laju jantung sebelum operasi. Selain itu, dilakukan penilaian terhadap tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diastolik (D), tekanan arteri rerata (TAR), laju nafas, dan laju jantung selama operasi.

Data yang diambil dari data skunder akan dibandingkan mula blok sensorik, level maksimal blok torakal, lama analgesia, mula blok motorik, lama blok motorik,serta efek samping yang terjadi pada kedua kelompok. Pada uji statistik untuk data nominal yang meliputi variabel tingkat pendidikan, jenis kelamin, status fisik, dan jenis operasi dengan menggunakan Uji Mann Whitney, sedangkan untuk data numerik yang meliputi umur, tinggi badan, berat badan,  tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata, laju jantung, dan laju nafas dengan menggunakan uji Independent T-test.

Populasi penelitian adalah pasien yang akan menjalani proses operasi/pembedahan dengan menggunakan spinal anastesi di Rumah Sakit Bhayangkara. Penelitian ini berlangsung selama 8 minggu di Instalasi Bedah Sentral di RS Bhayangkara. Pengambilan  sampel dilakukan dengan cara quota sampling. Kriteria inklusi penelitian meliputi : 1) Pasien yang menjalani tindakan operasi elektif dengan anestesi spinal, 2) Status fisik ASA I-II, 3) Umur pasien antara 18-65 tahun, 4) Berat badan 50-70 kg, 5) Tinggi badan 150- 175 cm, 6) Lama operasi kurang dari 2 jam, 7) Menyetujui informed consent.

Besar sampel yang diperlukan menggunakan rumus tingkat kesalahan, sehingga didapatkan besar sampel pada penelitian ini sebesar 48 pasien yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan 24 pasien dan kelompok kontrol 24 pasien. Kelompok perlakuan yaitu pasien yang mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg  hiperbarik ditambah Midazolam 1 mg intratekal, sedangkan kelompok kontrol yaitu pasien yang mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg  hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 1 cc intratekal.


Hasil Penelitian


Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram di dapatkan hasil distribusi karakteristik pasien antara kedua kelompok yang meliputi, pendidikan, jenis kelamin, Status fisik (ASA I/ASA II), jenis operasi, umur, tinggi badan, berat badan, TDS, TDD, laju nafas, dan laju jantung yang akan dijabarkan pada tabel 4.1. Pada tabel 4.2 akan dijabarkan hasil uji perbandingan mula blok sensorik, level maksimal blok torakal, lama analgesia, mula blok motorik, lama blok motorik, dan distribusi efek samping antara antara kedua kelompok. Pada tabel 4.3. akan dijabarkan distribusi dari efek samping yang muncul antara kedua kelompok.


 


 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 4.1. Karakteristik pasien dalam distribusi antar kedua kelompok



 

Variabel

Kelompok

Kontrol

(n=24)

Kelompok

Perlakuan

(n=24)

 

p

 

Pendidikan (%)

 

 

0,451*

 

 

 

 

a.     SD

3 ( 12,5)

4 (16,66)

b.     SMP

9 (37,5)

5 (20,83)

c.     SMA

11 (24,83)

14 (58,33)

d.     Sarjana

1 ( 41,6)

1 (41,66)

Jenis Kelamin (%)

 

 

 

a.     Pria

13 (54,16)

12 (50)

0,775*

 

b.     Wanita

11 (45,83)

12 (50)

Status Fisik/ASA(%)

 

 

 

a.     ASA I

20 (83,33)

20 (8,33)

1,000*

 

b.     ASA II

4 (16,66)

4 ( 16,66)

Jenis Operasi (%)

 

 

 

a.     SC

3 (12,5)

4 (16,67)

0,406*

b.     Litotripsi

4 (16,67)

3 (12,5)

c.     TURP

5 (20,83)

1(4,17)

d.     Herniotomi

1 (4,17)

3 (12,5)

e.     APP

3 (12,5)

2 (8,33)

c.     Histerektomi

3 (12,5)

3 (12,5)

d.     Kistektomi

3 (12,5)

3 (12,5)

e.     Hemoroid

2 (8,33)

3 (12,5)

f.      Hidrokel

0

2 (8,3)

Umur

33,54±9,316

28,25±9,373

0,056**

Tinggi Badan (cm)

158,83±2,884

160,04±5,295

0,331**

Berat Badan (kg)

60,42±5,397

60,13±3,455

0,825**

TDS (mmHg)

128,08±5,421

129,29±3,677

0,371**

TDD (mmHg)

84,46±3,413

82,88±3,530

0,121**

TAR (mmHg)

98,38±2,901

98,38±3,173

1,000**

Laju Jantung (x/menit)

88,21±5,030

85,83±3,017

0,53**

Laju Nafas (x/menit)

16,79±0,833

17,21±0.884

0,100**


 


Hasil uji statistik pada  Tabel 4.1 menunjukan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok (p>0,05),

sehingga kedua kelompok dapat dibandingkan dengan uji statistik.

 


 

Tabel 4.2.Uji Perbandingan mula blok sensorik, level maksimal blok torakal, lama analgesia, mula blok motorik, dan lama blok motorik antara kedua kelompok


 


 

Variabel

Kelompok

kontrol

(n=24)

Kelompok perlakuan

(n=24)

 

P

Mula blok sensorik

6,50±0,56    menit

4,31±0,24      menit

0,000*

Level maksimal torakal

8,17±0,48      (T8)    

7,08±0,77        (T7)    

0,000*

Lama analgesia

120,46±2,86 menit

223,83±3,40  menit

0,000*

Mula blok motorik

8,12±0,62     menit

5,95±0,44      menit

0,000*

Lama blok motorik

117,94±2,42 menit

215,00±20,55 menit

0,000*


 


Hasil uji statistik pada tabel 4.2. menunjukan mula blok sensorik pada kelompok perlakuan (4,31±0,24) lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol (6,50±0,56), pada ketinggian level maksimal (T) blok subaraknoid pada kelompok perlakuan (7,08±0,77) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (8,17±0,48), pada lama analgesia menunjukan kelompok perlakuan (223,83±3,40) lebih lama dibandingkan kelompok kontrol (120,46±2,86), mula motorik juga menunjukan kelompok perlakuan (5,95±0,44) lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol (8,12±0,62), dan juga pada lama blok motorik menunjukan kelompok perlakuan (215,00±20,55) lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol (117,94±2,42).

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mula kerja blok sensorik pada kelompok perlakuan (4,31±0,24) lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol (6,50±0,56). Hal ini  sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anirban dkk (2013), yang membandingkan lama blok sensorik pada kelompok bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg ditambah midazolam 2 mg menunjukan (135 menit) lebih lama dibandingkan kelompok yang mendapatkan bupivakain 0,5% intratekal 12,5 mg hiperbarik ditambahkan NaCl 0,9% 0,4 ml (90 menit). Midazolam memiliki inhibitor utama pada transmitter sistem saraf pusat yang memiliki efek meningkatkan inhibisi GABA dimana hal ini dapat menghambat mekanisme modulasi nyeri.

Pada Tabel 4.2 lama kerja blok motorik pada kelompok perlakuan (215,00±20,55) lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol (117,94±2,42). Hal ini sesuai dengan penelian yang dilakukan oleh Anirban dkk., (2013), yang menunjukan pemakaian bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah midazolam 2 mg intratekal menunjukan lama blok motorik (255 menit) lebih lama dibandingkan pada kelompok yang diberikan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah  NaCl 0,9% 0,4 mL intrtekal (195 menit).

Pada penelitian ini didapatkan lama analgesia pada kelompok perlakuan (223,83±3,40) lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol (120,46±2,85). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shadangi dkk.,  (2011), yang membandingkan kelompok bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik ditambah midazolam 2 mg intratekal dengan kelompok yang hanya diberikan bupivakain 0,5% 15 mg intratekal. Pada penelitian tersebut, penambahan midazolam menunjukkan lama analgesia mencapai (221,1 menit) sedangkan kelompok yang tidak mendapatkan penambahan midazolam hanya memiliki efek analgesia (121,3 menit).

Pemanjangan lama analgesia pada penambahan midazolam dikarenakan midazolam memiliki inhibitor pada sistem saraf pusat yang meningkatkan efek inhibisi GABA dengan berikatan pada reseptor GABAa. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Shirish dkk., (2001), yang membandingkan antara kelompok bupivakaian 0,5% 15mg hiperbarik ditambah  normal saline 0,5 ml dan kelompok bupivakain 0,5% 15 mg ditambah 2,5 mg midazolam intratekal. Hasil dari penelitian tersebut adalah lama analgesia kelompok bupivakain ditambah midazolam (299,25 ± 15,75) lebih lama dibandingkan dengan kelompok bupivakain ditambah normal saline (76,30 ± 6,05).

Dari penelitian ini didapatkan efek samping pada kelompok kontrol berupa mual (12,5%), hipotensi (12,5%), dan tidak memiliki efek samping (75%).  Sedangkan pada kelompok perlakuan tidak terdapat efek samping (100%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nanjegowda dkk., (2011), pada pasien yang menjalani artroskopi lutut dimana didapatkan lama analgesia pada kelompok bupivakain 0,5% hiperbarik 10 mg intratekal ditambahkan midazolam 2 mg intratekal menunjukan durasi analgesia lebih lama (399 menit) daripada kelompok bupvakain 0,5% hiperbarik 10 mg intratekal yang ditambahkan dengan normal saline 0,9% 0,4 ml (301,6 menit) dan juga didapatkan skor nyeri yang lebih rendah pada kelompok yang mendapatkan tambahan adjuvant midazolam. Pada penelitian tersebut tidak terdapat efek samping yang muncul pada pasien perlakuan baik berupa mula, muntah, hipotensi, dan mengigil. Penelitian ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Morgan (2002) bahwa midazolam tidak memberikan efek samping terhadap tekanan darah karena tidak menimbulkan penekanan pada otot jantung sehingga tidak mempengaruhi penurunan tekanan perifer.

 

Kesimpulan dan Saran

 

Kesimpulan

Pada penelitian ini menunjukan bahwa perbandingan lama analgesia pada bupivakain 0,5% 12,5mg hiperbarik ditambah midazolam 1mg mampu memperpanjang lama analgesia daripada pemberian bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah Nacl 0,9% 1cc.

Saran

1.     Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis bupivakain dan midazolam yang berbeda

2.     Perlu penambahan sampel dan dilakuka cara pengambilan sampel yang berbeda pada penelitian selanjutnya


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

1  Ruddi Hartono, Wiwi Jaya, Djudjuk Rahmad Basuki, Pengaruh Pemberian Fentanyl 1μg/Kgbb Sebagai Ajuvan pada Bupivacaine 0,5% Terhadap Onset Blok Motorik dan Sensorik Pasien yang Dilakukan Anestesi Epidural. Vol. 5, No.1, pp. 23,2013

2      Muh. Rumli ahmad, Tatang Basri, Apakah Epidural Preemtif Menghambat Stres Pembedahan dengan Sempurna?. Vol. 45, No. 3, pp. 148. 2013

3       Ciani SP., Rossi M., Casati A., Cocco C., Farelling Spinal areas Thesia: an evergen technique, Acta Bromed, 9-7.2008

4       Morgan GE, Mikhail MS., Regional Anasthesis & Pain Management. 2 nd Ed. Clinical Anasthesiolgy. Pretince Hall Internasional: New York.2002

5      Duke J Spinal Anasthesia.Ansthesia Secrets. Edisi 3. Mosby-Elsevier: Philadelpia.2006

6      Goodchild, Z., Guo, A., Musgreave, J.P.Gent.Antinociception by Intrathecal Midazolam Involves Endogenous Neurotransmitters Acting at SpinalCord Delta Opioid Receptors.Vol.77, pp 758.1996

7      Brown D. Spinal Epidural and Caudal Anesthesisa. 7th Ed. In:Miller RD., Cuchill living stone: Philadelphia. Pp 1611-38.2010

8      Susana, Eva PD.Hubungan kadar midazolam plasma ibu dan bayi dengan kondisi fisik serta waktu persalinan pada pasien sectio Caesar yang mendapat premedikasi midazolam intravena. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan program pendidikan dokter spesialis Anestesiologi Universitas Diponegoro :Semarang. 2009.

9      Saswata Bhararti, Dinesh K. singh, Effect of Midazolam on Addition to Epidural 0,5% Isobaric Bupivacaine. Vol. 24, No.4, pp 413-418..2008.

10   Shadangi B., K., Garg R., Pandey R., Das T.,Effect of Intrathecal Midazolam in Spinal Anaesthesia: a Prospective Randomised Case Control Study. Vol.52, No. 6, pp 432. (Abstrak),2011