COMPARISON
DURATION OF ANALGESIA BETWEEN HYPERBARIC BUPIVACAINE + MORPHINE INTRATHECAL
WITH HYPERBARIC BUPIVACAINE + NaCl IN PATIENTS UNDERGOING SURGERY WITH SPINAL
ANESTHESIA
Imam Mardani, Erwin Kresnoadi, Rika Hastuti
Setyorini
Medical Faculty of Mataram University
Corespondent author : [email protected]
Abstract
Background : Postoperative pain is
one of the main factors that affect the comfort of the patients who had
undergone surgery. The use of spinal anesthesia is one of the anesthetic technique
that can be chosen to reduce postoperative pain. Drugs that can be used as an
anesthetic agent is a combination of bupivacaine and morphine. This study aims
to determine the effectiveness of the addition of morphine to hyperbaric
bupivacaine to prolong the duration of analgesia.
Method : This study was analytical descriptive
research used secondary data sources. The study was conducted on 48 patients
with ASA physical status I-II that were divided into two groups. Group A
(treatment) received 0.5% bupivacaine 12.5 mg hyperbaric added with 0.1 mg of
intrathecal morphine and group B (control) received 0.5% bupivacaine 12.5 mg of
hyperbaric added with 0.9% NaCl 0.1 cc intrathecal. Duration of analgesia was
estimated after spinal administration of the drugs until the regression of two
segments achieved. Statistical analysis in this study is using independent
t-test and Mann Whitney test.
Result : The results of this study showed the duration
of analgesia was longer in treatment group than the control group which found
to be extremely significant.
Conclusion
:
This study has demonstrated that the duration of analgesia between 0,5%
bupivacaine 12,5 mg hyperbaric plus 0,1 mg morphine intrthecal was longer than 0,5%
bupivacaine 12,5 mg hyperbaric with 0,9% Nacl 0,1 ccintrathecal (321,50� � 6,00 vs 120,33� � 3,11).
Key Words : Hyperbaric Bupivacaine, morphine, The length
of analgesia, side effects.
�����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Abstrak
Latar Belakang : Nyeri pasca operasi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kenyamanan pada pasien yang sudah menjalani operasi.
Penggunaan anestesi spinal termasuk salah satu teknik anestesi yang dapat
dipilih untuk mengurangi nyeri pasca operasi. Obat yang dapat digunakan sebagai
agen anestesi adalah kombinasi bupivakain dan morfin. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektifitas penambahan morfin terhadap bupikain hiperbarik
untuk memperpanjang durasi analgesia.
Metode : Penelitian ini bersifat
analitik deskriptik dengan menggunakan data sekunder. Penelitian dilakukan
terhadap 48 pasien dengan status fisik ASA I-II yang terbagi dalam dua
kelompok. Kelompok A (perlakuan) mendapat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik
ditambah morfin 0,1 mg intratekal dan kelompok B (kontrol) mendapat bupivakain
0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,1 cc intratekal. Penilaian lama
analgesia dilakukan dari awal pemberian obat sampai terjadinya regresi 2
segmen. Analisis statistik pada penelitian ini menggunakan independent
t-test dan uji Mann whitney
Hasil : hasil penelitian ini
didapatkan bahwa lama analgesia kelompok perlakuan lebih panjang dibandingkan
dengan kelompok kontrol dengan perbedaan bermakna.
Simpulan : simpulan dari
penelitian ini adalah lama analgesia bupikain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah
morfin 0,1 mg lebih lama dibandingkan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah
Nacl 0,9% 0,1 cc.
Kata kunci
:
Bupivakain hiperbarik, Morfin, Lama analgesia, Efek samping
PENDAHULUAN
Dewasa
ini penggunaan teknik anestesi regional untuk prosedur operasi pembedahan sudah
sangat berkembang. Teknik anestesi regional yang paling sering digunakan adalah
anestesi spinal. Anestesi spinal termasuk teknik yang mudah dilakukan untuk
mendapatkan kedalaman dan kecepatan blokade saraf. 1 Selain biaya
yang relatif lebih
murah dan efek sistemik yang relatif kecil serta kemampuan mencegah respon
stres lebih sempurna, teknik anestesi regional sudah dibuktikan memberikan
hasil yang aman dan memuaskan. 2
Penggunaan
anestesi spinal termasuk salah satu teknik anestesi yang dapat dipilih.
Penggunaan anestesi spinal dapat menghindari risiko dari efek samping anestesi
umum seperti aspirasi isi
lambung dan kesulitan dalam mengatur jalan nafas. Anestesi spinal yang disebut
juga SAB (Sub-Arachnoid Block) merupakan suatu tindakan memasukkan obat anestesi lokal dalam jumlah tertentu ke dalam ruangan subaraknoid untuk menghasilkan blok saraf sehingga
menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris, dan autonom yang bersifat
reversibel. Penyuntikan obat anestesi lokal biasanya dilakukan di daerah lumbal
pada tingkat L3 - L4 atau L4 - L5,
bisa dengan posisi duduk ataupun miring. 3
Salah
satu obat anestesi lokal yang bisa digunakan adalah bupivakain. Bupivakain
merupakan obat anestesi
lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang dengan efek blokade terhadap
sensorik lebih besar dari pada blokade motorik. Lama kerja bupivakain dapat bertahan selama 90-120 menit, sehingga
memungkin penggunaan obat anestesi lokal ini dengan teknik satu kali suntik.
Bupivakain menjadi pilihan karena onset kerja dan masa pulih anestesi yang
cepat, relatif
mudah, dan kualitas blokade sensorik dan motorik yang baik. 3 Namun, komplikasi sistemik yang terjadi karena
penekanan simpatis tetap menjadi sebuah permasalahan tersendiri, sehingga dosis
obatnya harus diturunkan. Untuk mengoptimalkan penggunaannya sebagai anestesi
dan mengurangi efek sampingnya, biasanya obat ini dikombinasikan dengan obat
lain. 4
Beberapa
macam obat yang dapat digunakan sebagai tambahan (adjuvant) obat anestesi lokal untuk meningkatkan efek analgesia
bupivakain adalah obat golongan opioid.5,6 Opioid adalah semua
zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin yang
efektif untuk mengendalikan nyeri saat operasi dan nyeri pasca operasi, contoh
obat golongan opioid adalah morfin. Morfin intratekal sudah diketahui efektif
digunakan sebagai analgesia pasca operasi. 7
Kombinasi
morfin dengan bupivakain bisa meningkatkan efek analgesia dari bupivakain.
Mekanisme kerja morfin sebagai analgesia adalah dengan berikatan pada reseptor
opioid di spinal. Efek analgesia yang efektif bisa didapatkan dengan dosis
0,1-2,5 mg. Dalam beberapa tahun terakhir, rentang dosis 0,1-0,25 mg� sudah digunakan untuk mengurangi efek samping
dan komplikasi. Kombinasi morfin intratekal dosis rendah dengan anestesi spinal
memberikan efek analgesia yang efektif dan aman pasca operasi. 8
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini bersifat analitik deskriptif. Data yang digunakan merupakan data sekunder
yang diambil dari data rekam medik pasien di Rumah Sakit Bhayangkara. Populasi
penelitian adalah pasien yang akan menjalani proses operasi/pembedahan dengan
menggunakan anestesi spinal di Rumah Sakit Bhayangkara. Sampel penelitian adalah
pasien yang menjalani operasi dengan anestesi spinal di Rumah Sakit Bhayangkara
yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara quota
sampling. Kriteria inklusi penelitian meliputi : 1) Pasien yang menjalani
tindakan operasi elektif dengan anestesi spinal, 2) Status fisik ASA I-II, 3)
Umur pasien antara 18-65 tahun, 4) Berat badan 50-70 kg, 5) Tinggi badan 150-
175 cm, 6) Lama operasi kurang dari 2 jam, 7) Menyetujui informed consent. Besar sampel yang diperlukan menggunakan rumus
tingkat kesalahan, sehingga didapatkan besar sampel pada penelitian ini sebesar
48 pasien yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan 24 pasien dan
kelompok kontrol 24 pasien . Kelompok perlakuan yaitu pasien yang mendapatkan
bupivakain 0,5% 12,5 mg� hiperbarik
ditambah morfin 0,1 mg intratekal, sedangkan kelompok kontrol yaitu pasien yang
mendapatkan bupivakain 0,5% 12,5 mg�
hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,1 cc intratekal.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada penelitian ini, 48 pasien yang dijadikan
sampel dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 24
pasien, yaitu kelompok A (perlakuan) mendapatkan obat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik
ditambah morfin 0,1 mg selama 15 detik dan kelompok B (kontrol) mendapatkan
obat bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik ditambah NaCl 0,9% 0,1 cc selama 15
detik yang diberikan secara intratekal.
Uji statistik yang digunakan untuk data nominal
yang meliputi jenis operasi, pendidikan, jenis kelamin, dan status fisik (ASA)
menggunakan uji Mann whitney.
Sedangkan untuk data numerik yang meliputi umur, tinggi badan (TB), berat badan
(BB), tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diatolik (TDD), tekanan
arteri rerata (TAR), laju jantung, dan laju nafas menggunakan uji Independent T-test. Uji Mann whitney juga digunakan untuk
membandingkan mula kerja blok sensorik, level maksimal torakal, mula kerja blok
motorik, lama kerja blok motorik, dan lama hilangnya nyeri (analgesia) antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Tabel 1. Karakteristik
pasien dalam distribusi antara kedua kelompok
Variabel |
Kelompok
Kontrol (n=24) |
Kelompok
Perlakuan (n=24) |
P |
|
Pendidikan
(%) |
|
|
|
|
a. SD |
3
(12,5) |
3
(12,5) |
|
|
b. SMP |
8
(37,5) |
8
(33,33) |
0,564* |
|
c. SMA d. Sarjana |
13
(50) 0
(0) |
9
(37,5) 4
(16,7) |
|
|
Jenis
Kelamin (%) |
|
|
|
|
a. Perempuan |
13
(54,17) |
11
(45,83) |
0,391* |
|
b. Laki-laki |
11
(45,83) |
13
(54,17) |
|
|
Status
Fisik/ ASA (%) |
|
|
|
|
a. ASA
I |
21
(87,5) |
21
(87,5) |
1,00* |
|
b. ASA
II |
3
(12,5) |
3
(12,5) |
|
|
Jenis
Operasi (%) |
|
|
|
|
a. Hernia |
4
(16,7) |
3
(12,5) |
|
|
b. SC |
6
(25,0) |
5
(20,83) |
|
|
c. Varikokel |
0� (0) |
2
(8,33) |
|
|
d. Litotripsi |
5
(20,83) |
3
(12,5) |
0,552* |
|
e. Kistektomi |
0
(0) |
3
(12,5) |
|
|
f. Histerektomi |
5
(20,83) |
2
(8,33) |
|
|
g. Appendektomi |
4
(16,7) |
3
(12,5) |
|
|
h. Batu
ureter |
0
(0) |
3
(12,5) |
|
|
Umur |
29,71
� 7,64 |
34,00
� 7,63 |
0,580** |
|
Tinggi
Badan (cm) |
158,96
� 2,59 |
159,46
� 3,93 |
0,606** |
|
Berat
Badan (kg) |
60,13
� 5,39 |
62,04
� 4,68 |
0,195** |
|
TDS
(mmHg) |
123,67
� 4,76 |
126,79
� 5,98 |
0,051** |
|
TDD
(mmHg) |
80,38
� 3,00 |
80,75
� 4,69 |
0,743** |
|
TAR
(mmHg) |
94,58
� 3,17 |
95,75
� 4,91 |
0,333** |
|
Laju
Jantung (x/menit) |
87,33
� 5,29 |
86,17
� 3,19 |
0,360** |
|
Laju
Nafas (x/menit) |
16,92
� 0,83 |
17,04
� 0,85 |
0,611** |
|
*=
Uji statistik menggunakan Uji Mann Whitney
**= Uji
statistik menggunakan Independent t-Test
Tabel
1. menunjukkan hasil uji statistik distribusi antara karakteristik kedua
kelompok (kontrol dan perlakuan) memiliki nilai p>0,05 yang berarti kedua
kelompok tidak berbeda secara bermakna, sehingga kedua kelompok
dapat dibandingkan.
Tabel 2. Uji
Perbandingan Mula Blok Sensorik
Variabel |
Kelompok Kontrol (n=24) |
Kelompok Perlakuan (n=24) |
P |
Mula
Blok Sensorik |
6,45
� 0,55 |
3,64
� 0,34 |
0,000 |
*=
Uji statistik menggunakan Uji Mann Whitney
Tabel
2. menunjukkan hasil uji statistik mula blok sensorik pada kelompok perlakuan
lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tabel 3. Uji Perbandingan Lama Analgesia
Variabel |
Kelompok Kontrol (n=24) |
Kelompok Perlakuan (n=24) |
P |
Lama
Analgesia |
120,33� � 3,11 |
321,50� � 6,00 |
0,000 |
*=
Uji statistik menggunakan Uji Mann Whitney
Tabel
3. menunjukkan hasil uji statistik lama analgesia pada kelompok perlakuan lebih
lama dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tabel 4. Uji
Perbandingan Level Maksimal Torakal
Variabel |
Kelompok Kontrol (n=24) |
Kelompok Perlakuan (n=24) |
P |
Level
Maksimal (Torakal) |
8,29
� 0,62 |
6,21
� 0,50 |
0,000 |
*=
Uji statistik menggunakan Uji Mann Whitney
Tabel
4. menunjukkan hasil uji statistik level maksimal torakal pada kelompok perlakuan
lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tabel 5. Uji
Perbandingan Mula Blok Motorik
Variabel |
Kelompok Kontrol (n=24) |
Kelompok Perlakuan (n=24) |
P |
Mula
Blok Motorik |
8,10
� 0,67 |
5,12
� 0,42 |
0,000 |
*=
Uji statistik menggunakan Uji Mann Whitney
Tabel 5. menunjukkan hasil uji statistik mula blok motorik pada kelompok perlakuan lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tabel 6. Uji Perbandingan Lama Blok Motorik
Variabel |
Kelompok Kontrol (n=24) |
Kelompok Perlakuan (n=24) |
P |
Lama
Blok Motorik |
117,85� � 2,92 |
318,70� � 5,55 |
0,000 |
*=
Uji statistik menggunakan Uji Mann Whitney
Tabel 6.
menunjukkan hasil uji statistik lama blok motorik pada kelompok perlakuan lebih
lama dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tabel� 7.
Distribusi Efek Samping antara kedua kelompok
Variabel |
Kelompok
Kontrol (n=24) |
Kelompok
Perlakuan (n=24) |
Efek
Samping� (%) |
|
|
a. Tidak
Ada |
21
(87,5) |
21
(87,5) |
b. Mual |
3�� (12,5) |
1�� (4,16) |
c. Muntah |
0
|
2�� (8,34) |
Pembahasan
Penggunaan
anestesi spinal merupakan suatu tindakan memasukkan obat anestesi lokal dalam
jumlah tertentu ke dalam ruangan subaraknoid untuk menghasilkan blok saraf
sensoris, motoris, dan otonom. Salah satu obat anestesi lokal yang saat ini
sering digunakan adalah bupivakain. Bupivakain merupakan obat anestesi lokal yang mempunyai masa kerja
yang panjang dengan efek blokade terhadap sensorik lebih besar dari pada
blokade motorik. Lama kerja bupivakain
90-120 menit, sehingga memungkinkan penggunaan obat anestesi lokal ini dengan
teknik satu kali suntik. Bupivakain menjadi pilihan karena onset kerja dan masa
pulih anestesi yang cepat, relatif
mudah, dan kualitas blokade sensorik dan motorik yang baik.
Obat
anestesi lokal seperti bupivakain membutuhkan suatu obat tambahan atau adjuvant
untuk mengoptimalkan efek analgesia. Salah satu adjuvant yang dapat digunakan
adalah opioid. Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang
dapat berikatan dengan reseptor morfin yang efektif untuk mengendalikan nyeri
saat operasi dan nyeri pasca operasi, contoh obat golongan opioid adalah
morfin. Morfin intratekal sudah diketahui efektif digunakan sebagai analgesia
pasca operasi.
Penelitian
ini menggunakan obat anestesi lokal yaitu bupivakain 0,5% 12,5 mg dan sebagai
adjuvant digunakan morfin 0,1 mg intratekal. Pada 48 pasien yang dijadikan
sampel, sebanyak 24 pasien masuk dalam kelompok kontrol yang mendapat
bupivakain 0,5% 12,5 mg ditambah NaCl 0,9% 0,1 cc dan 24 pasien masuk dalam
kelompok perlakuan yang mendapat bupivakain 0,5% 12,5 mg ditambah morfin 0,1
mg.
Tabel 2.
untuk uji perbandingan awal mula blok sensorik menunjukkan bahwa kelompok
perlakuan (3,64 � 0,34) memiliki awal mula blok sensorik lebih cepat
dibandingkan kelompok kontrol (6,45 � 0,55). Hasil uji Mann Whitney
didapatkan nilai p<0,05 yang secara statistik bermakna. Penilitian yang
sebelumnya dilakukan oleh Malinovsky, et al tentang efek penambahan
morfin pada bupivakain intratekal terhadap manusia menunjukkan bahwa penambahan
morfin 5 ml pada bupivakain hiperbarik 10 mg memberikan hasil untuk awal mula
blok sensorik adalah 15 (3-35) menit. Hasil ini juga sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa kombinasi morfin dengan bupivakain bisa meningkatkan efek
analgesia dari morfin.
Tabel
4. untuk uji perbandingan ketinggian level maksimal torakal juga menunjukkan
bahwa kelompok perlakuan lebih rendah (6,21 � 0,50) dibandingkan dengan
kelompok kontrol (8,29 � 0,62). Hasil uji Mann Whitney menunjukkan
p<0,05 yang secara statistik bermakna.
Tabel 5.
untuk uji perbandingan awal mula blok motorik menunjukkan bahwa kelompok
perlakuan yang ditambahkan dengan morfin menunjukkan awal mula blok motorik
lebih cepat (5,12 � 0,42) dibandingkan dengan kelompok kontrol (8,10 � 0,67).
Hasil uji Mann Whitney didapatkna nilai p<0,05 yang secara statistik
bermakna. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan awal mula blok motorik
pada kelompok kontrol dan perlakuan. Penelitian sebelumnya oleh Malinovsky, et
al tentang efek penambahan morfin pada bupivakain intratekal terhadap
manusia menunjukkan bahwa penambahan morfin 5 ml pada bupivakain hiperbarik 10
mg memberikan hasil untuk awal mula blok motorik adalah 13 (3-20) menit. 9
Tabel 6.
untuk uji lama blok motorik menunjukkan bahwa kelompok perlakuan lebih lama
(318,70� � 5,55)
dibandingkan dengan kelompok kontrol (117,85�
� 2,92). Hasil uji Mann Whitney didapatkan p<0,05 yang secara
statistik bermakna. Penelitian sebelumnya oleh Bachmann 1997. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa penambahan morfin terhadap bupivakain menunjukkan hasil
lama blok motorik 5% lebih lama dibandingkan pemberian bupivakain tanpa morfin .
Penggunaan
opioid intratekal dianggap dapat menyebabkan terjadinya mual muntah. Penelitian
yang dilakukan oleh Tejwani, G.A., et al menyatakan bahwa penggunaan
morfin intratekal lebih sering menyebabkan mual muntah. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa penggunaan morfin 0,1 mg sebagai kombinasi obat
anesthesia spinal untuk pasien yang menjalani operasi pada kelompok perlakuan
tidak menunjukkan peningkatan angka kejadian mual muntah bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Hasil ini sesuai dengan teori tentang efek
idiosikronasi obat, dimana setiap individu memiliki respon berbeda terhadap
efek samping obat yang sama. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang
pernah dilakukan oleh Bachmann, dimana penambahan morfin pada bupivakain 1 mg
menunjukkan hasil sebesar 7 orang mual dan 5 orang muntah dibandingkan
bupivakain tanpa penambahan morfin sebesar 7 orang mual dan 3 orang muntah.
Penelitian
ini memiliki tujuan untuk membuktikan bahwa penambahan morfin pada bupivakain
dapat memperpanjang lama analgesia pada pasien pasca operasi yang dapat
ditunjukkan dengan hasil yang didapatkan pada perbandingan lama analgesia pada
kelompok perlakuan lebih lama dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Penelitian
yang pernah dilakukan oleh Maasaki Machino, et al pada tahun 2010 yang
menggunakan skor VAS sebagai penilaian derajat nyeri menunjukkan hasil yang
mendukung kebenaran hasil penelitian ini, dimana pada penelitian yang mereka
lakukan terhadap dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan
skor VAS pada kelompok perlakuan yang mendapatkan bupivakain 0,5% 0,15-0,25
mg/kg isobarik ditambah morfin 3-5 �g/kg lebih
rendah dibandingkan kelompok kontrol yang hanya mendapat bupivakain 0,5%
0,15-0,25 mg/kg isobarik. Penelitian ini membuktikan bahwa penambahan morfin
pada bupivakain meningkatkan efek analgesia bupivakain. Sedangkan pada
penelitian ini untuk membuktikan bahwa penambahan morfin dapat meningkatkan
lama analgesia bupivakain.
Pada penelitian ini didapatkan hasil perbandingan lama analgesia
pada kelompok kontrol (120,33� � 3,11) dibandingkan
kelompok perlakuan (321,50� �
6,00). Hasil ini menunjukkan bahwa lama analgesia pada kelompok control lebih
lama dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil uji Mann Whitney didapatkan
p<0,05 yang secara statistik bermakna.
Penelitian
ini juga didukung oleh penelitian yang pernah dilakukan oleh Abouliesh et al
yang melakukan penelitian dengan membadingkan efek penambahan morfin 0,2 mg
intratekal terhadap bupivakain 0,75% 8,25 mg hiperbarik dengan pemberian
bupivakaian tanpa penambahan morfin. Masing-masing kelompok berjumlah 17 orang.
Abouliesh et al melakukan penelitian dengan metode double blind dimana
lama analgesia post operasi dinilai dengan tingkat kebutuhan terhadap analgetik
tambahan dihitung dari awal injeksi obat intratekal. Dari penelitiannya
didapatkan bahwa waktu sampai dibutuhkannya obat analgetik tambahan pada
kelompok perlakuan yang mendapatkan morfin adalah (27 � 7,3) jam dan pada
kelompok kontrol adalah�
(2 � 0,3) jam
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan morfin
0,1 mg pada bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik intratekal dapat memperpanjang
lama analgesia pada pasien yang menjalani operasi dengan anestesi spinal.
Saran
1. Morfin dapat digunakan sebagai salah satu
obat adjuvant pada anastesi spinal
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terhadap dosis morfin intratekal yang berbeda-beda.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan metode yang berbeda-beda untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ciani, S.D., et al,. Spinal anesthesia: an evergreen technique.
Acta Biomed; 9: 9-17.
2.
Duke, J. 2006. Spinal anesthesia. Anesthesia secrets. Edisi
ke-3. 2008.
3.
Brown, D. Spinal, Epidural and caudal
anesthesia. In: Miller RD, editor. Miller's Anesthesia. 7th ed. Philadelphia:
Churchill living stone;1611-1638. 2010.
4. Tejwani, G.A., Rattan, A.K., McDonald, J.S. Role of
spinal opioid receptos in the antinociceptive interaction between intrathecal
morphine and bupivacaine. Anesthesia and Analgesia;74:
726-734. 1992.
5.
Hunt,
C.O., et al. Perioperal ve analgesia
with subarachnoid fentanyl-bupivacaine for cesarean section. Anesthesiologi;
71:535-40. 1999.�
6.
Benhamou,
D., et al. Intrathecal clonidine
and fentanyl with hyperbaric bupivacaine improves analgesia during cesarean
section. Anesth Analg; 87:609-13. 1998.�
7.
Gehling, M., Tryba, M.
Risks and side-effects
of intrathecal morphine combined with spinal anaesthesia: a meta-analysis. Anaesthesia; 64:643-651. 2009.
8. Masaaki, M., et al. Postoperative pain relief of lower extremity
fractures:efficacy of intrathecal morphine
administration. Nagoya J. Med Sci; 72:145-150. 2010.
9.
Malinovsky, M.J., dkk. Intrathecal Bupivacaine in Humans.
Anesthesiology; 91:5. 1999.