Profil Penegakan Diagnosis dan Stadium Penyakit Pasien Meningitis Tuberkulosis yang Dirawat di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang
DOI:
https://doi.org/10.29303/jku.v5i2.189Keywords:
meningitis tuberkulosis, klasifikasi diagnosis, stadium penyakitAbstract
Latar belakang: Tuberkulosis saat ini masih merupakan masalah kesehatan global. Meningitis tuberkulosis merupakan bentuk tuberkulosis di sistem saraf pusat yang paling sering ditemukan. Saat ini belum ada data mengenai angka kejadian penyakit ini di Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penegakan diagnosis dan stadium penyakit pasien meningitis tuberkulosis yang dirawat di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang.
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang, dikerjakan selama bulan November-Desember 2014. Data diperoleh dari rekam medis pasien meningitis tuberkulosis yang dirawat di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang selama periode November 2013-Oktober 2014. Dilakukan penentuan klasifikasi diagnosis meningitis tuberkulosis menurut hasil konsensus The international tuberculous meningitis workshop dan penentuan klasifikasi stadium penyakit menurut British Medical Research Council (BMRC).
Hasil: Jumlah subyek dalam penelitian ini 27 orang, dengan rician untuk subyek laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 15 orang (55,56%) dan 12 orang (44,44%). Proporsi subyek dengan klasifikasi diagnosis possible dan probable masing-masing sebesar 70,37% dan 29,63%, dengan stadium penyakit I, II, dan III masing-masing sebesar 3,70%, 70,37%, dan 25,93%, dan dengan koinfeksi HIV sebesar 25,93%. Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi stadium penyakit yang bermakna antara subyek laki-laki dan perempuan (p=0,516). Uji Chi-Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal klasifikasi penyakit (p=0,215) dan keberadaan koinfeksi HIV (p=0,298) antara subyek penelitian laki-laki dan perempuan.
Kesimpulan: Subyek penelitian dengan klasifikasi diagnosis probable dan stadium penyakit III memiliki proporsi yang paling besar. Tidak terdapat perbedaan klasifikasi diagnosis, stadium penyakit, dan keberadaan koinfeksi HIV berdasarkan jenis kelamin.
References
2. Brancusi F, Farrar J, Heemskerk D. Tuberculous meningitis in adults: a review of a decade of developments focusing on prognostic factors for outcome. Future microbiology. 2012;7(9):1101–1116.
3. Chatterjee S, et al. Brain tuberculomas, tubercular meningitis, and post-tubercular hydrocephalus in children. Journal of pediatric neurosciences. 2011;6(3):96.
4. Thwaites G, Chau T, Mai N, Drobniewski F, McAdam K, Farrar J. Tuberculous meningitis. Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry. 2000;68(3):289–299.
5. Marais S, Thwaites G, Schoeman JF, Tor ̈ ok ME, Misra UK, Prasad K, et al. Tuberculous meningitis: a uniform case definition for use in clinical research. The Lancet infectious diseases. 2010;10(11):803–812.
6. Medical Research Council. Streptomycin treatment of tuberculous meningitis. 1948;p. 582–597.
7. Torok ME, Yen NTB, Chau TTH, Mai NTH, Phu NH, Mai PP, et al. Timing of initiation of antiretroviral therapy in human immunodeficiency virus (HIV)–associated tuberculous meningitis. Clinical Infectious Diseases. 2011;52(11):1374–1383.
8. Kennedy DH, Fallon RJ. Tuberculous meningitis. Jama. 1979;241(3):264–268.
9. Thwaites GE, Chau TTH, Farrar JJ. Improving the bacteriological diagnosis of tuberculous meningitis. Journal of clinical microbiology. 2004;42(1):378–379.